Perkembangan insiden maut ledakan amunisi afkir di Pusat Peralatan Angkatan Darat atau Puspalad memasuki babak baru. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan sejumlah fakta-fakta, seperti pelibatan warga sipil, kegiatan yang berlangsung puluhan tahun, beda pendapat TNI dan koordinator pekerja, dan temuan faktual lainnya. Bagaimana respon TNI AD?
Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, mengatakan ada pelibatan warga sipil dalam aktivitas militer yang berisiko tinggi ini. Sebanyak 21 warga sipil dipekerjakan sebagai tenaga harian lepas dengan upah rata-rata hanya Rp 150 ribu per hari. “Mereka tidak dibekali pelatihan tersertifikasi dan tidak memiliki alat pelindung diri saat bekerja,” kata Uli dalam keterangan resmi pada Minggu, 25 Mei 2025.
Sebagian besar dari mereka bekerja secara otodidak selama bertahun-tahun dan memiliki pengalaman bekerja dalam kegiatan pemusnahan amunisi, baik dengan TNI maupun Polri. Tapi pengalaman tidak bisa menggantikan kebutuhan akan keahlian profesional dan perlindungan keselamatan.
Komnas HAM juga menyoroti lokasi pemusnahan amunisi yang berada di kawasan konservasi seluas 4 hektar berdasarkan izin pinjam pakai dari tahun 1986. Kegiatan pemusnahan amunisi ini menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang tidak bisa dianggap sepele. Getaran akibat ledakan menjangkau hingga radius 2-3 kilometer dan menyebabkan ada kerusakan di rumah-rumah warga.
Dalam gelombang pertama pemusnahan pada 17 April sampai 5 Mei 2025, dua rumah dan satu kubah masjid mengalami kerusakan. Sementara dalam gelombang kedua, dari 29 April sampai 15 Mei, enam rumah warga rusak akibat getaran. Kerusakan ini memang diganti oleh pihak TNI, namun tidak menghilangkan risiko berulang.
Uli menyebut, sebelum ledakan, sempat ada perdebatan singkat antara Komandan Gapusmus dengan koordinator pekerja warga a.n. Rustiawan mengenai penanganan detonator sisa tersebut. Biasanya akan ditenggelamkan ke dasar laut untuk mempercepat proses disfungsi, “Namun pada hari tersebut dipilih dengan cara menimbun menggunakan campuran urea,” ucap dia.
Rustiawan menjadi salah satu korban, ia sudah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun bekerja dalam proses pemusnahan amunisi baik dengan pihak TNI maupun Polri.
Komnas HAM lalu mengeluarkan sejumlah rekomendasi: evaluasi lokasi, hentikan pelibatan warga, wajibkan personel bersertifikasi, tutup permanen lokasi, dan buka hasil investigasi TNI secara transparan.
Kepala Desa Sagara Sebut Koordinasi TNI Minim, Minta Aktivitas Dihentikan
Kepala Desa, Saripudin yang menjabat sejak 2020 ini menyebut keterlibatan warga bermula dari Rustiawan, tokoh lokal yang bekerja secara otodidak dan belakangan mengkoordinasi rekan-rekannya sesama warga. Namun, koordinasi dari TNI kepada pemerintah desa, menurut dia, sangat minim. Surat pemberitahuan pun sering kali tidak sampai ke kantor desa.
“Selama ini koordinasi dari pihak TNI ke desa sangat minim—paling hanya lewat surat pemberitahuan yang kadang sampai, kadang tidak,” ucap dia dihubungi Minggu, 25 Mei 2025.
Menurut Saripudin, sebelumnya, sudah beberapa kali terjadi ledakan yang menyebabkan luka. Salah satunya Rustiawan sendiri, yang kehilangan jari kaki karena terkena serpihan. Meski begitu, semua kejadian sebelumnya tak pernah diumumkan secara terbuka. Tak ada pengawasan ketat setelah proses ledakan selesai. Warga kerap dibiarkan masuk ke lokasi untuk mengais peti kayu dan serpihan
Kepala desa menyebut permintaannya untuk menghentikan pemusnahan amunisi di desa mereka. Tapi ia juga menyadari, permintaan itu tak cukup jika hanya disampaikan ke kabupaten. “Saya sudah sampaikan ke Pangdam dan ke Bupati, kami ingin tempat ini ditutup permanen,” ujarnya.
Respon TNI AD atas Temuan dan Rekomendasi Komnas HAM
Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana mengatakan mereka sudah memonitor rekomendasi Komnas HAM. TNI AD, kata dia, pada prinsipnya senantiasa menghargai setiap saran, temuan, tanggapan, maupun rekomendasi dari seluruh pemangku kepentingan.
“Seluruh masukan tersebut akan kami jadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam proses evaluasi dan pengambilan keputusan nantinya. Kami menegaskan kembali komitmen TNI AD untuk selalu terbuka dan menghargai setiap masukan konstruktif dari berbagai pihak,” ucapnya dikonfirmasi Minggu, 25 Mei 2025.
Tim investigasi TNI, kata Wahyu dalam proses investigasi lapangan oleh tim gabungan. Saat ini, tim sedang melakukan analisis mendalam terhadap temuan di lapangan, termasuk mencocokkan data dan uji barang bukti, uji laboratorium dan verifikasi berbagai data. “Tim investigasi sendiri, terdiri dari berbagai fungsi teknis jajaran kami, sesuai dengan disiplin ilmu dan kompetensi dari masing-masing anggota tim,” kata dia.
Pengamat Militer Nilai Tak Cukup Investigasi Administratif
Ketua Badan Pekerja Centra Initiative Al Araf menilai investigasi terhadap ledakan amunisi di Garut itu tidak cukup hanya dilakukan oleh lingkup internal TNI. Ia justru mendorong Dewan Perwakilan Rakyat terlibat sebagai pengawas independen. “Kalau praktik tak sesuai dengan SOP, itu kelalaian. Maka investigasi harus dilakukan oleh pihak luar,” tuturnya.
Menurut Al Araf, meski Komnas HAM menyebutkan pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa memang memberikan ruang pelibatan pihak lain dalam kegiatan yang sejenis pemusnahan amunisi militer, dengan syarat mereka yang dilibatkan mempunyai keahlian spesifik atau kompetensi tertentu.
Ia menilai sipil tetap tidak bisa dianggap setara dengan personel militer walau memiliki keterampilan teknis. Warga sipil juga tidak mempunyai standar pelatihan dan kontrol yang jelas sehingga rentan terjadi risiko buruk. “Tentara itu jelas satuan dan kontrolnya. Lalu warga sipil bagaimana? Terlalu banyak variabel,” katanya.
Respon Eks Kepala Staf TNI AD, Jenderal (Purn) Dudung Abdurachman
Penasihat Khusus Presiden Urusan Pertahanan Nasional, Jenderal (Purnawirawan) Dudung Abdurachman, sejalan dengan rekomendasi Komnas HAM yang menyarankan agar pelibatan warga sipil dalam pemusnahan amunisi militer dihentikan. “Sebaiknya proses pemusnahan amunisi tidak melibatkan masyarakat sipil dan dilakukan di lokasi lain yang lebih aman, jauh dari pemukiman warga,” ujar Kepala Staf TNI Angkatan Darat periode 2021–2023 itu, Minggu, 25 Mei 2025.