Usulan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto untuk memberikan dana subsidi lebih besar bagi partai politik menuai berbagai tanggapan. Ada yang setuju namun ada pula yang mengkhawatirkan pemberian dana subsidi itu bisa menggerus kocek negara.
Sebelumnya, Fitroh merekomendasikan pemerintah untuk menyalurkan dana bantuan bagi partai politik dengan alasan biaya politik yang mahal. Dia beralasan, biaya politik yang mahal menjadi penyebab utama terjadinya korupsi.
“Nah, timbal baliknya apa? Yang sering terjadi di kasus korupsi, timbal baliknya ketika menduduki jabatan tentu akan memberikan kemudahan bagi para pemodal ini untuk menjadi pelaksana kegiatan proyek-proyek di daerah. Ini tidak bisa dipungkiri, sering terjadi,” kata Fitroh dalam webinar, Kamis, 15 Mei 2025.
Berikut tanggapan atas usulan KPK ini:
Ketua DPR Puan Maharani
Ketua DPR Puan Maharani menekankan pentingnya memperhatikan kemampuan keuangan negara saat mempertimbangkan usulan pemberian dana bantuan untuk partai politik. Ia mengingatkan agar usulan tersebut tidak mengesampingkan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Tujuan utama dari usulan dana partai politik adalah untuk mencegah terjadinya korupsi,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Minggu, 25 Mei 2025. “Namun, kita juga harus mempertimbangkan apakah APBN mampu menanggungnya di masa mendatang.”
Kepala Kantor Komunikasi Presiden Hasan Nasbi
Hasan Nasbi menyatakan, pemerintah siap mempertimbangkan usulan KPK terkait peningkatan dana bantuan untuk partai politik, asalkan bertujuan mendukung upaya pemberantasan korupsi. Ia menilai usulan tersebut perlu ditelaah lebih lanjut dari berbagai aspek, seperti bentuk bantuan, program yang dijalankan, ketersediaan anggaran, serta kapasitas keuangan negara. “Kalau ada usulan peningkatan seperti ini, tentu bisa dikaji dan dibahas bersama,” ujar Hasan di kantornya, Jakarta, Senin, 19 Mei 2025.
Peneliti Politik BRIN Siti Zuhro
Peneliti Politik Siti Zuhro berpendapat, partai politik yang menerima dana bantuan dari negara perlu diberi sejumlah persyaratan. “Partai politik wajib mematuhi aturan saat menerima dana negara,” ujarnya saat dihubungi pada Kamis, 22 Mei 2025.
Ia mengusulkan tiga syarat utama. Pertama, dana harus digunakan untuk kaderisasi atau peningkatan kapasitas kader. Kedua, pengelolaan dana harus diaudit secara profesional oleh auditor independen. Ketiga, partai harus dikenai sanksi jika ditemukan pelanggaran atau penyimpangan.
Siti Zuhro menekankan pentingnya pemeriksaan atas laporan keuangan dana bantuan tersebut. Menurut Siti Zuhro, pengawasan tidak akan efektif jika hanya bergantung pada lembaga pemerintah seperti BPK atau BPKP.
Indonesia Corruption Watch (ICW)
Peneliti ICW Yassar Aulia sepakat mengenai bantuan dana untuk partai politik. Dari sisi pencegahan korupsi, dia menilai penambahan bantuan keuangan bisa membantu mengatasi salah satu persoalan utama, yakni tingginya biaya politik. “Peningkatan bantuan politik memang bisa mengatasi sebagian masalah mahalnya ongkos politik,” kata Yassar saat dihubungi pada Kamis, 22 Mei 2025.
Namun, Yassar mengkritisi waktu pengajuan usulan tersebut yang dinilainya kurang peka terhadap situasi masyarakat. Ia beralasan masyarakat masih terdampak oleh pemotongan anggaran di berbagai sektor penting pelayanan publik.
Yassar juga menyinggung rendahnya transparansi dan akuntabilitas partai politik dalam pelaporan keuangan berdasarkan pemantauan 2023. Ketertutupan ini juga terlihat dalam hampir semua laporan dana kampanye Pemilu 2024. Karena itu, ia menekankan bahwa pemberian bantuan tidak boleh hanya fokus pada peningkatan jumlah dana semata. “Keterbukaan dan akuntabilitas harus menjadi syarat mutlak bagi partai yang menerima dana publik,” tegas Yassar. Tanpa komitmen tersebut, penambahan dana justru bisa memperbesar potensi terjadinya korupsi.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA)
Pengurus FITRA untuk Divisi Hukum, HAM, dan Demokrasi, Siska Barimbing, mengatakan penambahan bantuan keuangan bagi partai politik belum tentu efektif dalam mencegah korupsi. “Efektivitas bantuan dana untuk mencegah korupsi masih belum dapat dipastikan,” ujar Siska dalam pernyataan tertulis pada Jumat, 23 Mei 2025.
Namun FITRA menyetujui usulan penambahan dana ini dengan beberapa catatan penting. Pertama, dana harus dialokasikan untuk pengembangan kapasitas kader bukan hanya operasional. Kedua, perlu ada transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana. Ketiga, perlu ditambahkan indikator untuk mengukur kinerja fraksi di legislatif. Keempat, diperlukan perbaikan pada sistem partai politik dan sistem pemilu agar pembiayaan partai dan penyelenggaraan pemilu menjadi lebih efisien dan efektif.
Komisi II DPR
Wakil Ketua Komisi II DPR Bahtra Banong mengatakan, rencana peningkatan dana bantuan partai politik dari APBN perlu mempertimbangkan kondisi keuangan negara. Ia menilai jumlah bantuan yang ideal masih harus melalui proses diskusi. “Tidak harus langsung besar. Jika dilakukan secara bertahap pun tidak masalah, selama sesuai dengan kemampuan negara,” ujar Bahtra di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat, 23 Mei 2025.
Saat ini, bantuan dana untuk partai politik ditetapkan sebesar Rp 1.000 per suara. Menurut Bahtra, peningkatan nominal tersebut tidak bisa dipaksakan apalagi jika anggaran negara tidak memungkinkan untuk menyalurkan dana dalam jumlah besar. Oleh karena itu, evaluasi terhadap situasi fiskal negara sangat penting dilakukan.
Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan dana bantuan parpol. “Penggunaannya harus bisa dipertanggungjawabkan secara terbuka. Kalau perlu, dilakukan audit independen agar publik mengetahui dana itu digunakan untuk apa saja,” tambahnya.