Viral di sosial media peristiwa keributan antara petugas keamanan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dengan Pedagang Kaki Lima (PKL). Hal itu diduga terjadi lantaran adanya larangan berdagang atau penertiban kawasan dari aktivitas jual beli.
Peristiwa yang viral itu terjadi di Danau Archipelago pada Minggu, 1 Juni 2025 malam. Pengunjung saat itu memang tengah berekreasi di wahana air mancur Dancing Fountain Tirta Cerita tersebut.
“Kami di sini, warga di sini, mencari nafkah. Kami ditindas, pihak Taman Mini tidak mengizinkan kami di sini untuk berdagang. Kita sudah mencoba berdagang dengan damai,” kata salah satu pedagang dalam video yang diunggah akun @bogordailynews, dikutip Rabu (4/6/2025).
“Mudah-mudahan ada kebijakan dari Prabowo,” sambungnya saat ditanya harapan ke depan.
Dalam narasi unggahan, disebut bahwa peristiwa itu sempat mengusik kenyamanan pengunjung hingga membuat ketakutan.
Kanit Reskrim Polsek Cipayung Iptu Edi Handoko membenarkan adanya peristiwa tersebut. Hanya saja, tidak ada laporan kepolisian yang dibuat, baik dari pihak TMII atau pun PKL.
“Tidak sampai ada yang diamankan,” tutur Edi saat dikonfirmasi.
Peristiwa ini memicu bentrokan fisik pada Minggu malam lalu dan menarik perhatian banyak pihak.
Kondisi ini memperlihatkan betapa vitalnya posisi pedagang dalam ekosistem kawasan wisata TMII, sekaligus menimbulkan pertanyaan tentang hak dan aturan yang mengikat.
Dalam kejadian tersebut, sejumlah pedagang yang sebagian besar merupakan warga sekitar TMII ngotot ingin tetap berjualan di area yang dilarang oleh pengelola.
Aksi penolakan tersebut memunculkan gesekan yang cukup serius dengan petugas keamanan TMII.
Akibatnya, terjadi aksi dorong-mendorong yang sempat terekam dan viral di media sosial, memperlihatkan betapa kerasnya perjuangan para pedagang mempertahankan mata pencahariannya.
Bentrokan antara pedagang dan petugas keamanan di TMII berawal dari kebijakan larangan berjualan di dalam kawasan.
Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kenyamanan dan ketertiban wisatawan yang berkunjung. Namun, kebijakan tersebut justru menjadi pemicu utama konflik dengan pedagang.
Menurut Kanit Reskrim Polsek Cipayung, Iptu Edi Handoko, akar masalahnya adalah keinginan pedagang yang merupakan warga sekitar TMII untuk tetap berdagang di area tersebut.
Mereka mengandalkan penghasilan dari aktivitas ini dan merasa berhak berjualan di lingkungan tempat tinggalnya.
Sayangnya, selama ini para pedagang merasa tidak mendapatkan komunikasi dan respons yang jelas dari pihak pengelola TMII terkait izin berdagang.
Ketua Paguyuban Pedagang, Khoirudin, menjelaskan bahwa para pedagang sudah beberapa kali mengajukan surat permohonan izin, namun tidak ada tindak lanjut yang nyata dari manajemen TMII.
Khoirudin menegaskan bahwa para pedagang sebenarnya ingin menjaga kedamaian dan tidak menginginkan bentrokan. Namun, ketidakjelasan izin dan penertiban secara paksa membuat mereka merasa terdesak dan memicu ketegangan.
Mediasi sebagai Solusi Damai untuk Konflik Pedagang TMII
Untuk mengatasi permasalahan ini, mediasi antara pedagang, pengelola TMII, dan pihak terkait lainnya digelar.
Rencana mediasi tersebut diumumkan oleh pihak kepolisian dan pemerintah setempat untuk mencari solusi terbaik bagi semua pihak.
Mediasi ini sangat penting karena menyangkut keberlangsungan ekonomi para pedagang sekaligus ketertiban di kawasan wisata TMII.
Pihak kecamatan, kapolsek, dan komandan rayon militer (danramil) juga dilibatkan dalam pertemuan tersebut, sebagai representasi tiga pilar yang berwenang di wilayah Cipayung.
Dari sisi pedagang, mediasi ini diharapkan menjadi jalan keluar agar mereka dapat memperoleh izin berdagang secara legal dan terorganisir.
Pihak pengelola diharapkan juga dapat membuka ruang dialog agar keluhan dan aspirasi pedagang dapat tersampaikan dengan baik.
Sejumlah tokoh masyarakat dan pemerhati sosial merekomendasikan agar dibentuk zona khusus bagi pedagang, sehingga aktivitas jual beli tetap bisa berjalan tanpa mengganggu kenyamanan pengunjung TMII.
Ini dianggap sebagai solusi win-win yang dapat menjaga ketertiban sekaligus mengakomodasi kebutuhan ekonomi pedagang.
Pedagang TMII dan Ketergantungan pada Keramaian Wisatawan
Sebagian besar pedagang Taman Mini Indonesia Indah merupakan warga lokal yang menggantungkan penghasilan dari menjajakan barang dan makanan kepada pengunjung TMII.
Kehadiran mereka di sekitar kawasan wisata sudah berlangsung lama dan menjadi bagian dari kehidupan sosial ekonomi warga sekitar.
Larangan berjualan di kawasan Taman Mini Indonesia Indah berarti menghilangkan sumber penghasilan utama bagi banyak pedagang. Kondisi ini tentu menjadi masalah serius yang tidak bisa dianggap enteng oleh pengelola.
Namun, pihak pengelola juga perlu menjaga tata kelola kawasan agar tetap bersih, nyaman, dan aman bagi wisatawan.
Oleh sebab itu, diperlukan solusi yang seimbang agar pedagang tetap bisa beraktivitas dan pengelola juga bisa mempertahankan citra kawasan wisata yang rapi dan tertib.
Konflik ini menjadi pelajaran penting bagi pengelola kawasan wisata lainnya dalam mengelola interaksi antara pedagang lokal dan aturan resmi.
Semua pihak berharap bahwa mediasi dapat menghasilkan kesepakatan yang adil dan berkelanjutan.
Pedagang ingin diakui keberadaannya dan mendapatkan izin resmi untuk berjualan. Sementara pengelola ingin memastikan kawasan Taman Mini Indonesia Indah tetap terjaga dari gangguan dan keramaian yang berlebihan.
Keberhasilan mediasi ini akan menjadi contoh bagaimana konflik serupa bisa dikelola dengan pendekatan yang humanis dan dialog terbuka, bukan dengan penindakan sepihak yang hanya menimbulkan gesekan dan kerugian bagi semua pihak.***