Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Banten mengungkapkan ada pergeseran tren negara tujuan Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural atau ilegal. Dulu negara-negara Timur Tengah jadi target utama, kini mereka beralih ke Asia Tenggara.
“Untuk tren 2025, pencegahan terkait masalah PMI yang ilegal itu lebih banyak ke Asia Tenggara,” ujar Kepala BP3MI Banten Komisar Besar Budi Novijanto di Bandara Soekarno Hatta, Kamis 3 Juli 2025.
PMI ilegal, kata Budi, banyak memilih ke Kamboja, Thailand dan Malaysia sebagai negara tujuan untuk bekerja. “Kami tidak bisa menentukan tujuan akhir, tapi pada saat berangkat mereka selalu bilang, mereka banyak itu ke Malaysia, ke Thailand dan ke Kamboja,” kata Budi.
Adapun untuk tujuan Timur Tengah, menurut Budi, saat ini masih di urutan lima atau terakhir negara tujuan PMI ilegal tersebut.
Para PMI ilegal, yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO), banyak dijanjikan bekerja sebagai operator komputer dan pelayan di restoran.
Berdasarkan data jumlah PMI ilegal yang digagalkan keberangkatannya ke Luar Negeri pada semester 1 2025 ini terjadi penurunan 50 persen atau 1.242 orang jika dibandingkan pada tahun 2024 yang mencapai 4.000 orang.
Budi mengklaim penurunan drastis jumlah PMI ilegal yang dicegah ini karena masifnya sosialisasi yang dilakukan seperti soal bahayanya jika PMI berangkat secara ilegal. Hal ini, kata dia, bisa memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk melakukan pemberangkatan secara resmi.
“Karena jika berangkat secara prosedural mereka bukan hanya dijanjikan tapi dijamin, sehingga apabila memang terjadi permasalahan negara bisa hadir untuk menyelesaikan permasalahan tersebut,” ucapnya.
Budi menyebutkan, ada dua cara perekrutan PMI ilegal. Pertama, untuk mereka yang hendak berangkat ke Timur Tengah kebanyakan mendapatkan informasi dari lingkungan, biasanya tetangga dan sebagainya.
Kedua, untuk yang di Asia Tenggara terutama yang di Kamboja itu mereka mendapatkan informasinya dari media sosial. “Sehingga mereka tertarik karena janji-janji yang sudah disampaikan oleh mereka yang merekrut itu.”
Menurut dia, para perekrut itu hanya menjanjikan tidak bisa menjamin. Budi mengimbau agar masyarakat tidak termakan bujuk rayu para pelaku TPPO tersebut. “Karena jika sudah berangkat tidak terealisasi akibatnya timbul eksploitasi, kekerasan dan banyak korban yang dirugikan, ditipu, sakit hingga cacat,” kata Budi.
Budi menambahkan, pihaknya banyak menerima pengaduan PMI ilegal yang dipulangkan ke Tanah Air dengan kondisi cacat, bahkan meninggal dunia. “Secara umum lumayan banyak, tapi setiap bulan itu untuk kasus PMI ilegal itu hampir ada 4-5 kasus per bulan, baik itu kondisi cacat sampai dengan meninggal dunia,” kata dia.
Penyebab PMI meninggal dunia, kata Budi, lebih banyak karena sakit. Setelah didalami penyebab mereka sakit karena kondisi di sana yang tidak layak. “Karena mereka dipekerjakan tanpa ada batas waktu kerja yang jelas. Kadang 20 jam, kadang 24 jam sehingga kondisi badan mereka yang enggak kuat untuk itu.”
Sementara untuk cacat, menurut Budi, disebabkan kecelakaan kerja dan akibat tindak kekerasan.