Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui Bursa Karbon Indonesia mengungkapkan bahwa jumlah transaksi karbon oleh pembeli asing hingga Agustus 2025 masih relatif terbatas.
Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 2 BEI, Ignatius Denny Wicaksono, menyampaikan bahwa hingga saat ini volume transaksi karbon yang telah terotorisasi baru berkisar puluhan ribu ton.
“Dengan tadi gambaran umum yang ada itu, memang sekarang ini transaksi dari, untuk yang authorized ya, saya nggak bilang luar atau dalam, tapi yang authorized ini masih sangat minim. Sekitar 40.000-50.000an ton baru gitu ya yang authorized,” ujar Denny dalam acara Update Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), Senin (25/8/2025).
Menurutnya, beberapa hambatan teknis menjadi penyebab lambatnya transaksi asing di pasar karbon. Salah satunya adalah kewajiban pembukaan rekening di bank yang terdaftar di Bank Indonesia bagi investor asing, yang dinilai cukup menyulitkan.
“Jadi kita untuk menghadapi ini, kita sudah bekerja, kita sedang melakukan perubahan peraturan. Jadi nggak perlu nanti membuka akun di Bank Indonesia lagi karena itu ternyata susah. Itu kita menunjuk bank apa ya, bukan bank pembayar ya, pokoknya kita kerjasamalah, nanti dolarnya segala bisa masuk,” jelasnya.
Meski demikian, secara keseluruhan transaksi karbon di dalam negeri menunjukkan tren pertumbuhan signifikan. BEI mencatat lonjakan transaksi karbon sebesar 493% sepanjang 2025. Hingga 22 Agustus, volume perdagangan karbon mencapai 699 ribu ton setara CO₂ dengan nilai Rp29,6 miliar, jauh lebih tinggi dibanding periode sama tahun lalu.
Peningkatan tersebut dipicu oleh bertambahnya partisipasi pelaku pasar, baik korporasi maupun individu. Sejak awal tahun, tercatat 26 perusahaan dan 12 individu aktif memperdagangkan unit karbon melalui platform IDXCarbon.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut sejak diluncurkan pada 26 September 2023, Bursa Karbon Indonesia menunjukkan perkembangan yang pesat. Hingga 31 Juli 2025, total volume perdagangan mencapai 1.599.000 ton CO₂ ekuivalen.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi, mengatakan dari sisi nilai transaksi, akumulasi perdagangan bursa karbon tercatat sebesar Rp77,95 miliar.
“Pada 26 September 2023 hingga 31 Juli 2025, tercatat 116 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar Rp1.599.000 ton CO2 ekuvalen dengan akumulasi sebesar Rp77,95 miliar,” kata Inarno dalam konferensi pers RDKB Juli 2025, Senin (4/8/2025).
Menurutnya, dengan 116 pengguna jasa telah mendapatkan izin dari OJK untuk terlibat dalam aktivitas pasar karbon. Ini menunjukkan peningkatan kesadaran dan partisipasi sektor jasa keuangan dalam mendukung upaya pengurangan emisi gas rumah kaca melalui mekanisme pasar.
Adapun dalam forum ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS) yang digelar di Malaysia pada Juli 2025, Indonesia mencatatkan pencapaian signifikan. Skor rata-rata nasional meningkat sebesar 9%, menjadi yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Ini menjadi bukti nyata dari perbaikan tata kelola perusahaan terbuka Indonesia.
Sebanyak empat emiten asal Indonesia berhasil masuk dalam jajaran top 50 ASEAN, dua di antaranya adalah emiten sektor perbankan yang berhasil menembus 10 besar.
“Empat emiten Indonesia masuk dalam top 50 ASEAN, di mana dua emiten perbankan di antaranya menempati 10 posisi besar terbaik, dan ini menunjukkan reputasi tata kelola emiten Indonesia yang semakin kuat,” ujarnya.