Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman buka suara terkait kondisi UMKM Indonesia di tengah ketegangan yang meningkat di Timur Tengah dengan adanya perang Iran-Israel.
Seperti diketahui, konflik tersebut telah menimbulkan kekhawatiran di pasar perdagangan global yang luas, terutama pada arus logistik di jalur laut Selat Hormuz.
“Apapun situasi global yang terjadi, prioritas pertama kami adalah melakukan pemberdayaan, perlindungan, serta optimalisasi penggunaan produk-produk UMKM di Indonesia,” ujar Maman kepada media di kantor Kementerian UMKM, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Maman menjelaskan, saat ini pihaknya tengah memproses program Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan UMKM bersama Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Polkam).
Ia menyebut, pihaknya tengah mencari formulasi pembentukan satgas tersebut.
Maman juga memastikan, pihaknya terus melakukan rapat koordinasi dan monitoring terkait perlindungan hukum bagi UMKM. Hal itu dilakukan salah satunya melalui kegiatan Festival Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM yang saat ini sudah berjalan di tiga wilayah.
“Saya pikir selain terlepas dari Satgas terbentuk atau tidak, rapat-rapat koordinasi, monitoring, dan evaluasi sudah berjalan. Salah satunya juga di beberapa isu, isu perlindungan hukum juga tetap kita lakukan,” imbuhnya.
Diwartakan sebelumnya, ekonom memperkirakan bahwa Indonesia diperkirakan akan menghadapi hambatan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% tahun ini.
Hal ini menyusul pelemahan pada prospek perekonomian global setelah pecahnya ketegangan militer antara Iran dan Israel di Timur Tengah, yang memicu kekhawatiran tentang gangguan di Selat Hormuz, di mana dekitar seperlima dari total konsumsi minyak dunia.
“Tentunya Indonesia pertumbuhannya akan lebih sulit lagi menyentuh angka 5%. Diproyeksi tumbuh hanya 4,7% di 2025 untuk ekonomi Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (16/6/2025).
Adapun risiko terganggunya arus distribusi barang asal Indonesia, terutama untuk ekspor ke Timur Tengah.
“Padahal banyak pelaku usaha Indonesia mulai membuka peluang ekspor ke negara-negara Timur Tengah. Tapi karena adanya Israel-Iran kan kapal kargo, kemudian pesawat pengangkut kargo itu akhirnya mengalihkan rutenya, membuat biaya logistik jadi lebih mahal, asuransi pengiriman juga menjadi lebih mahal. Akhirnya harga di level konsumen yang ada di Timur Tengah kurang kompetitif,” papar Bhima.