Sidang Hasto Kristiyanto, Ahli Pidana Sebut Tak Ada Beban Kesalahan Jika Nama Dicatut

coba di sini HTML nya

Ahli hukum pidana sekaligus dosen dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar hadir menjadi saksi ahli pidana dalam sidang kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan perkara perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.

Dia sempat mengulas soal pidana bagi sosok yang namanya dicatut dalam suatu tindakan melawan hukum.

Awalnya, Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto, Patra M Zein meminta penjelasan soal kesalahan dan tanggung jawab dalam sudut pandang Karl Jaspers, yang merupakan filsafat eksistensialisme.

“Kalau kita melihat guilty itu kan kalau dalam konteksitas kesalahannya, kesalahan itu adalah yang wajib ada untuk memberikan responsibility atau pertanggung jawabannya,” tutur Fatahillah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

“Sekarang responsibility apa?,” tanya Patra.

“Itu pertanggungan jawabnya yang dibebankan ketika ada kesalahan,” jawab Fatahillah.

Patra kemudian menanyakan ada tidaknya beban kesalahan dari seseorang yang namanya dicatut atau dijual oleh orang lain untuk melakukan sesuatu, termasuk hal yang melawan hukum. Sebab, tim hukum Hasto Kristiyanto meyakini adanya praktik tersebut terhadap kliennya, yakni nama Hasto dijual oleh Saiful Bahri dan Donny Tri Istiqomah sebagai sosok yang memberikan perintah untuk menyuap Wahyu Setiawan.

Fatahillah mengatakan, pihak yang namanya dicatut tentu tidak dapat dibebankan atas kesalahan yang terjadi. Hanya saja, tetap mesti melalui mekanisme pembuktian.

“Ya harus dibuktikan, kalau hanya membawa nama saja tidak,” ujar dia.

“Memang kalau dalam kontes itu harus dibuktikan, maka saya tekankan berkali-kali harus ada pengetahuan yang dibuktikan,” Fatahillah menandaskan.

Dalam kasus tersebut, Hasto Kristiyanto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019-2024.

Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019-2020.

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.