Harga saham berjangka Amerika Serikat (AS) tersungkur menjelang sesi perdagangan pada Senin, (23/6/2025) setelah Amerika Serikat memasuki perang Israel melawan Iran selama akhir pekan.
Hal ini setelah AS menyerang tiga lokasi nuklir. Langkah Presiden AS Donald Trump ini menaikkan harga minyak dan berisiko memicu konflik yang lebih besar di Timur Tengah.
Mengutip CNBC, saham berjangka turun ditunjukkan dari indeks Dow Jones turun 109 poin atau 0,3%. Indeks S&P 500 susut 0,3% dan indeks Nasdaq merosot 0,4%.
Amerika Serikat melancarkan serangan pada Sabtu di lokasi-lokasi Iran di Fordo, Isfahan, dan Natanz mengejutkan investor yang mengharapkan kemungkinan ada diplomasi lebih lanjut. Hal ini setelah Trump mengatakan pada Jumat pekan lalu kalau ia akan membuat keputusan untuk menyerang Iran dalam dua minggu ke depan, menurut Gedung Putih.
Harga minyak telah melonjak dalam beberapa minggu terakhir menyusul meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Pada Minggu malam, harga minyak mentah berjangka AS naik 3,8% lagi menjadi hampir USD 77 per barel.
“Ketika terjadi konflik, Anda akan bereaksi berlebihan, reaksi spontan yang cenderung berlebihan, yang dapat berlangsung dua hingga tiga minggu,” ujar Chief Global Strategist Freedom Capital Markets, Jay Woods.
Pada Sabtu malam setelah serangan itu, Trump menuturkan akan ada perdamaian atau akan ada tragei bagi Iran yang jauh lebih besar daripada yang telah disaksikan selama delapan hari terakhir.
“Sekarang para pelaku pasar bersiap menghadapi pembalasan Iran. Negara itu dapat menargetkan personel AS di pangkalan terdekat atau menutup Selat Hormuz yang akan sangat mengganggu aliran minyak global,” kata dia.
Pemblokiran selat yang berkepanjangan dapat mendongkrak harga minyak di atas USD 100 per barel.
Dalam wawancara Minggu lalu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio meminta pemerintah China untuk turun tangan dan mencegah Iran menutup rute penerbangan utama.
China tetap menjadi pelanggan minyak terpenting Iran. “Sekarang dengan AS yang terlibat penuh dalam konflik tersebut, harga dasar minyak telah bergeser ke kisaran pertengahan USD 80-an per barel memasuki tahap kedua dari konflik regional satu pihak ke konflik yang dikelola AS,” kata Ahmad Assiri dari Pepperstone.
“Bahkan jika Iran tidak secara fisik menutup selat atau menyerang tangki minyak, peningkatan probabilitas dari sekitar 5% menjadi sekitar 15% saja akan menciptakan premi dalam harga minyak mentah,” ia menambahkan.
Indeks S&P 500 turun 0,15% minggu lalu untuk minggu negatif kedua berturut-turut. Meskipun mengalami penurunan, patokan ditutup pada Jumat sekitar 3% dari rekor.
Lonjakan harga minyak dan perang yang lebih besar di Timur Tengah menambah ancaman lain bagi pasar saham dan ekonomi, yang sudah berhadapan dengan perubahan perdagangan global yang tergesa-gesa oleh Trump tahun ini.
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi pada perdagangan Jumat, 20 Juni 2025. Indeks S&P 500 turun seiring investor memantau perkembangan terbaru dari Timur Tengah.
Selain itu, pelaku pasar juga mempertimbangkan arah pemotongan suku bunga ke depan oleh bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed).
Mengutip CNBC, Sabtu (21/6/2025), indeks S&P 500 turun 0,22% hingga ditutup ke posisi 5.967,84. Perdagangan jelang akhir pekan ini menandai sesi penurunan ketiga berturut-turut untuk indeks S&P 500.
Indeks Nasdaq melemah 0,51%, dan ditutup ke posisi 19.447,41. Indeks Dow Jones naik 35,16 poin atau 0,08% dan ditutup ke posisi 42.206,82.
Selama sepekan, indeks S&P 500 turun 0,2%. Indeks Dow Jones menguat tipis 0,02% dan indeks Nasdaq bertambah 0,2%.
Saham chip berada di bawah tekanan menyusul laporan oleh the Wall Street Journal kalau AS mungkin mencabut keringanan untuk beberapa produsen semikonduktor.
Saham Nvidia turun lebih dari 1%. Sedangkan saham Taiwan Semiconductor Manufacturing turun hampir 2%. Saham VanEck Semiconductor ETF (SMH) susut hampir 1%.
Indeks S&P 500 mengawali sesi perdagangan dengan kenaikan. Hal ini terjadi setelah Gubernur the Federal Reserve Christopher Waller menuturkan, bank sentral dapat memangkas suku bunga acuan paling cepat pada Juli.
“Saya pikir kita berada dalam posisi yang memungkinkan kita melakukan ini dan paling cepat Juli,” ujar Waller.
“Itu pendapat saya, terlepas dari apakah komite akan menyetujuinya atau tidak,” ujar dia.
Hal ini terjadi setelah ketua the Fed Jerome Powell menuturkan pada Rabu pekan ini kalau bank sentral tidak terburu-buru untuk memangkas suku bunga acuan dan akan tetap bergantung pada data.
Hal ini terutama karena masih belum jelas bagaimana tarif Presiden AS Donald Trump akan berdampak pada ekonomi. Indeks S&P 500 ditutup sedikit lebih rendah hari itu setelah pernyataan tersebut.
Selain itu, Donald Trump kembali menyerang Powell pada Kamis pekan ini. Ia menilai, ketua the Fed merugikan AS ratusan miliar dolar AS dengan menunda pemangkasan suku bunga.
Selain itu, perang Iran Israel juga masih tetap tinggi karena Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan memerintahkan militer Yerusalem untuk menyerang target strategis di Iran serta target pemerintah.
Trump mempertimbangkan keterlibatan langsung AS dengan serangan terhadap Teheran. Gedung Putih menyatakan Presiden Donald Trump akan membuat keputusan akhir dalam dua minggu ke depan.
Sebelumnya Trump menyerukan penyerahan penuh Teheran oleh pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenel yang disebut sebagai gagasan mengancam dan menggelikan.
“Dengan begitu banyak ketidakpastian yang terjadi di global, siapa yang benar-benar ingin bertahan lama selama akhir pekan,” ujar Chief Investment Strategist CFRA Research, Sam Stovall.