Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat tipis pada perdagangan Kamis ini. Penguatan rupiah ini lebih disebabkan faktor eksternal yaitu ketegangan antara Presiden AS Donald Trump dan Bank Sentral AS atau The Fed.
Pada Kamis (28/8/2025), rupiah pada pembukaan perdagangan di Jakarta menguat sebesar 8 poin atau 0,05 persen menjadi Rp 16.360 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.368 per dolar AS.
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede memperkirakan nilai tukar (kurs) rupiah bergerak di kisaran Rp 16.300-Rp 16.425 per dolar AS.
“Ketegangan antara Presiden AS Donald Trump dan The Fed, yang dinilai mengganggu independensi bank sentral, turut mendorong sikap risk-off investor, meski sebagian menilai kondisi ini berpotensi memperbesar peluang pemangkasan suku bunga pada FOMC (Federal Open Market Committee) September 2025,” katanya dikutip dari Antara.
Seiring dengan itu, terdapat risiko ketidakpastian perang dagang pasca AS memberlakukan tarif lebih tinggi terhadap India.
Secara resmi, Trump telah menggandakan tarif impor dari India hingga 50 persen. Kebijakan itu disebut menambah tarif sebesar 25 persen terhadap pembelian minyak Rusia oleh India di atas tarif 25 persen yang terlebih dahulu sudah dikenakan pada berbagai produk India.
Saat ini, total bea masuk atas produk seperti garmen, perhiasan, alas kaki, perlengkapan olahraga, furnitur, serta bahan kimia mencapai 50 persen, menjadi salah satu yang tertinggi yang diberlakukan AS, dan setara dengan Brasil.
Josua mengatakan India bakal melakukan aksi balasan dengan alasan kebijakan AS tak adil, sementara negara lain yang juga mengimpor minyak Rusia, termasuk Tiongkok, menghadapi tarif lebih ringan sebesar 30 persen.
“Namun, Trump memperingatkan bahwa negara-negara lain yang membeli minyak dari Rusia juga berpotensi menghadapi tarif yang lebih tinggi dalam waktu dekat,” kata Josua.
Pasar juga cenderung bersikap wait and see menunggu rilis data ekonomi AS pekan ini, terutama estimasi kedua Produk Domestik Bruto (PDB) dan inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) yang menjadi acuan utama The Fed.
Komentar Presiden The Fed Richmond, Tomas Barkin, yang menyebutkan adanya “penyesuaian moderat” dalam kebijakan suku bunga, menambah keyakinan bahwa The Fed mungkin akan mengambil langkah hati-hati.

