Ramai pengibaran bendera bajak laut One Piece di sejumlah daerah Indonesia jelang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 RI yang diperingati pada 17 Agustus 2025 mendatang.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung ogah berkomentar banyak. Dia memilih untuk menyerahkan persoalan tersebut kepada pemerintah pusat.
“Untuk hal yang berkaitan dengan bendera, biarlah itu pemerintah pusat saja,” kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (5/8/2025).Sebelumnya, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi juga menanggapi viral pengibaran bendera berlogo bajak laut dari anime One Piece tersebut.
Hasan menegaskan bendera merah putih merupakan keniscayaan dan tak bisa digantikan dengan bendera-bendera lain.
Dia mempersilakan masyarakat apabila tidak menyukai kinerja pemerintah. Namun, Hasan menekankan bahwa merah putih merupakan satu-satunya bendera Republik Indonesia.
“Mau suka atau tidak suka sama pemerintah itu hak. Keduanya pilihan yang sah di republik ini. Tapi bendera merah putih bukan pilihan, dia keniscayaan, bendera merah putih tidak boleh diganti dengan yang lain,” jelas Hasan kepada wartawan, Senin (4/8/2025)
Dia tak mau menanggapi lebih jauh soal ramainya penggunaan bendera berlogo bajak laut itu. Hasan sendiri mengaku belum pernah melihat ada pengibaran bendera One Piece di sepanjang jalan.
“Saya belum pernah lihat. Sepanjang jalan saya tiap hari jalan, enggak pernah liat,” ujarnya
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan menilai, aksi tersebut sebagai tindakan mencederai martabat bendera Merah Putih dan semangat nasionalisme bangsa.
Dia menegaskan, Merah Putih bukan sekadar kain berwarna merah dan putih. Dia adalah simbol yang lahir dari perjuangan panjang para pahlawan bangsa yang mengorbankan jiwa dan raga demi kemerdekaan Indonesia.
Karena itu, mengganti atau mengaburkan posisinya dengan bendera fiksi, tak peduli apapun alasannya, adalah bentuk penghinaan terhadap sejarah dan identitas bangsa.
Budi Gunawan juga mengingatkan bahwa tindakan semacam ini bisa berujung pada sanksi hukum. Sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, siapa pun yang merendahkan simbol negara dapat dijerat pidana.
“Ini adalah upaya untuk melindungi martabat dan simbol negara,” tegas Budi dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (3/8).
Pemerintah, kata Budi, terus mencermati gerakan-gerakan seperti ini yang dinilai tidak sekadar iseng atau bercanda. Dia menyebut, ada indikasi sebagian kelompok mencoba membangun narasi kekecewaan sosial lewat simbol-simbol alternatif yang justru melemahkan semangat persatuan.

