Penulisan ulang sejarah Indonesia menjadi proyek kompleks yang memicu perdebatan. Tujuannya adalah memperbarui narasi sejarah nasional agar lebih komprehensif, inklusif, dan relevan dengan perkembangan zaman.
Terkait hal itu, Anggota DPR RI Nilam Sari Lawira pun mendukung inisiatif Kementerian Kebudayaan untuk melakukan penulisan ulang sejarah Indonesia. Namun Ia menekankan pentingnya pendekatan gender mainstreaming dalam penulisan sejarah Indonesia yang baru.
“Penulisan sejarah Indonesia selama ini masih sangat maskulin dan terfokus pada tokoh-tokoh laki-laki. Padahal, perempuan juga memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan, pembangunan, hingga pelestarian budaya lokal,” kata dia dalam keterangannya, Selasa (10/6/2025).Politikus NasDem ini menuturkan, banyak tokoh perempuan yang selama ini terpinggirkan dalam narasi sejarah arus utama, padahal mereka berkontribusi besar di tingkat lokal maupun nasional.
Dengan mengintegrasikan perspektif gender dalam kajian sejarah, bangsa Indonesia bisa membangun identitas kebangsaan yang lebih utuh dan menghargai semua elemen masyarakat.
“Ini penting, dan kami harap Kementerian Kebudayaan memperhatikan pendekatan gender dalam penulisan ulang sejarah bangsa ini,” tandasnya.
Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir terkait program penulisan ulang sejarah nasional.
Dia menyebut, yang menulis itu merupakan sejarawan, bukan aktivis ataupun politisi.
“Jadi saya kira tidak perlu ada kekhawatiran semacam itu. Karena yang menulis sejarah ini adalah para sejarawan. Jadi yang menulis ini bukan aktivis, bukan politikus. Yang menulis sejarawan, sejarawan ini punya keahlian. Mereka dokternya di bidang itu, profesornya di bidang itu. Jadi kita tidak perlu khawatir, pasti punya kompetensi di dalam menulis sejarah itu,” kata Fadli Zon, di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (6/6/2025).
Dia menjelaskan, penulisan ulang sejarah sebenarnya adalah bagian dari proses penulisan sejarah secara umum yang memang sudah lama tidak dilakukan oleh negara.
“Jadi penulisan ulang sejarah, sebenarnya penulisan sejarah. Jadi saya tegaskan sekali lagi bahwa ini sudah berlangsung. Kita sudah bentuk, ini sudah bulan Januari. Dan sebelumnya saya sudah mengarahkan dari awal saya menjadi Menteri. Karena kita ini sudah lama tidak menulis sejarah,” jelasnya.
Menurut Fadli, terakhir kali pemerintah menulis sejarah secara resmi adalah pada masa Presiden Habibie.
“Terakhir itu ditulis di era Pak Habibie sebagai Presiden. Jadi kalau anda lihat sejarah yang ditulis oleh pemerintah, kapan terakhir? Pemilu aja tahun 97 bayangin,” tuturnya.