Idul Adha adalah salah satu momen penting bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selain menjadi hari raya, Idul Adha juga identik dengan ibadah kurban, di mana umat Muslim yang mampu secara finansial dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan kepedulian terhadap sesama.
Dalam pelaksanaan ibadah kurban, terdapat berbagai ketentuan syariat yang perlu dipahami, salah satunya adalah mengenai pembagian daging kurban. Pemahaman yang benar tentang pembagian daging kurban ini penting agar ibadah yang dilakukan sesuai dengan tuntunan Islam dan memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak.
Salah satu pertanyaan yang sering muncul menjelang Idul Adha adalah, “Bolehkah shohibul kurban memakan daging kurbannya sendiri?” Jika boleh, berapa banyak orang yang berkurban boleh memakan daging kurban maksimal? Pertanyaan ini wajar muncul karena pelaksanaan kurban tidak hanya soal menyembelih hewan, tetapi juga tentang bagaimana daging tersebut didistribusikan sesuai dengan ketentuan syariat.Definisi dan Tanggung Jawab
Shohibul kurban adalah istilah yang merujuk kepada orang yang melaksanakan ibadah kurban. Ibadah ini dilakukan pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik (11-13 Dzulhijjah) dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berbagi rezeki dengan sesama.
Sebagai seorang shohibul kurban, ada beberapa kewajiban dan tanggung jawab yang perlu diperhatikan. Pertama, memastikan bahwa hewan kurban yang dipilih sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam syariat Islam. Hewan tersebut harus sehat, tidak cacat, dan memenuhi kriteria usia yang telah ditentukan.
Kedua, shohibul kurban bertanggung jawab untuk melaksanakan penyembelihan hewan kurban sesuai dengan tuntunan Islam. Penyembelihan harus dilakukan dengan cara yang benar dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, seperti menggunakan pisau yang tajam dan memotong pada bagian leher hewan dengan cepat.
Selain kewajiban, shohibul kurban juga memiliki hak, yaitu hak untuk mengambil bagian dari daging kurban. Namun, hak ini tidaklah mutlak dan ada ketentuan-ketentuan tertentu yang perlu diperhatikan, sebagaimana akan dijelaskan lebih lanjut dalam bagian berikutnya.
Orang yang Berkurban Boleh Memakan Daging Kurban Maksimal Berapa Banyak?
Salah satu pertanyaan penting dalam pelaksanaan ibadah kurban adalah mengenai batasan konsumsi daging kurban bagi orang yang berkurban boleh memakan daging kurban maksimal berapa banyak. Dalam hal ini, terdapat perbedaan ketentuan antara kurban sunnah dan kurban wajib (nazar).
Aturan Konsumsi untuk Shohibul Kurban
Dalam kurban sunnah, shohibul kurban diperbolehkan untuk memakan sebagian daging kurbannya. Namun, jumlah yang boleh dimakan terbatas. Mayoritas ulama berpendapat bahwa orang yang berkurban boleh memakan daging kurban maksimal sepertiga bagian dari total daging kurban.
Dasar hukum dari ketentuan ini adalah firman Allah SWT dalam Surah Al-Hajj ayat 28:
وَأَذِّنْ فِى ٱلنَّاسِ بِٱلْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ لِّيَشْهَدُوا۟ مَنَٰفِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ فِىٓ أَيَّامٍ مَّعْلُومَٰتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ ۖ فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْبَآئِسَ ٱلْفَقِيرَ
Artinya: “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al-Hajj: 28)
Ayat ini memberikan isyarat bahwa shohibul kurban diperbolehkan untuk memakan sebagian dari daging kurbannya. Namun, para ulama menganjurkan agar shohibul kurban tidak berlebihan dalam mengonsumsi daging kurban. Lebih utama jika sebagian besar daging kurban disedekahkan kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.
Larangan Mutlak untuk Shohibul Kurban
Berbeda dengan kurban sunnah, dalam kurban wajib (nazar), shohibul kurban tidak diperbolehkan untuk memakan sedikit pun dari daging kurban tersebut. Seluruh bagian hewan kurban, termasuk daging, kulit, dan tulang, harus disedekahkan kepada fakir miskin.
Ketentuan ini didasarkan pada prinsip bahwa kurban nazar adalah ibadah yang wajib ditunaikan karena telah diikrarkan sebelumnya. Oleh karena itu, tidak ada ruang bagi shohibul kurban untuk mengambil manfaat pribadi dari kurban tersebut. Seluruh manfaatnya harus ditujukan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Dasar hukum dari larangan ini dapat ditemukan dalam kitab Fathul Mujibil Qarib, yang secara tegas menyatakan bahwa shohibul kurban tidak diperbolehkan mengambil sedikit pun dari ibadah kurban yang dinazarkan (wajib), tetapi ia wajib menyedekahkan seluruh bagian hewan kurbannya.