Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kemudahan akses pembiayaan kepada korban yang terdampak aksi demonstrasi yang berakhir ricuh beberapa waktu lalu.
“OJK menilai sektor jasa keuangan tetap resilient dan terjaga. Secara fundamental, indikator-indikator sektor jasa keuangan menunjukkan tingkat permodalan yang solid, likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terkendali,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, dalam konferensi pers RDKB Agustus, Kamis (4/9/2025).
Kata Mahendra, meskipun sempat terjadi volatilitas di beberapa hari sebelumnya, perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa dampak dari dinamika sosial politik dalam beberapa hari terakhir relatif terbatas.
Adapun OJK menyiapkan tiga langkah strategis guna mengantisipasi berbagai kemungkinan sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan dan layanan kepada masyarakat pasca aksi demonstrasi.
Pertama, melakukan koordinasi intensif dengan lembaga jasa keuangan dan pihak-pihak terkait untuk memastikan layanan keuangan tetap berjalan optimal bagi masyarakat.
“Infrastruktur lembaga jasa keuangan sejauh ini terjaga dengan baik. Namun demikian, pendataan dan asesmen menyeluruh atas potensi dampak dinamika di dalam negeri terhadap lembaga jasa keuangan terus dilakukan,” ujarnya.
Untuk itu, OJK meminta Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) proaktif mengidentifikasi potensi kerugian dan risiko, serta mempercepat asesmen kemungkinan kerugian.
“Klaim yang memenuhi ketentuan pertanggungan sesuai polis berlaku wajib segera dibayarkan. Seperti yang disampaikan oleh Pak Ogi tadi, setelah proses verifikasi hasil asesmen selesai, klaim diproses sesuai ketentuan. Dan sebagai wujud konkret, santunan juga telah diberikan kepada keluarga korban yang meninggal dunia,” ujarnya.
Kedua, memberikan kemudahan akses dan penyediaan layanan pembayaran bagi masyarakat, termasuk untuk aktivitas ekonomi sektor UMKM. Melalui ketentuan mengenai kemudahan akses pembayaran UMKM yang akan diterbitkan dalam waktu dekat, OJK mendorong PUJK untuk menyediakan kebijakan maupun skema khusus dalam produk pembayaran.
“Bagi debitur yang terkena dampak material dari perkembangan situasi terkini hingga mempengaruhi kemampuan pembayaran, OJK mendorong lembaga jasa keuangan untuk memberikan relaksasi, antara lain melalui restrukturisasi, dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen,” ujarnya.
Untuk sektor pembiayaan, OJK juga melakukan deregulasi, termasuk pemberian kemudahan bagi calon nasabah perusahaan pembiayaan, perusahaan pembiayaan infrastruktur, maupun pergadaian yang memiliki rekam jejak non-performing yang tidak material.
“Sepanjang calon nasabah dinilai masih memiliki kemampuan membayar angsuran dan sesuai dengan risk appetite lembaga jasa keuangan, pembiayaan dapat diberikan,” ujarnya.
Ketiga, OJK terus memantau situasi yang berkembang guna menjaga stabilitas sektor keuangan. OJK mendorong lembaga jasa keuangan melakukan uji ketahanan (stress test) atas dampak pergerakan nilai pasar dari aset yang dimiliki, untuk memastikan kesiapan menghadapi berbagai skenario.
Di pasar modal, berbagai instrumen kebijakan untuk meredam fluktuasi signifikan sudah tersedia. Misalnya, buyback saham tanpa melalui RUPS, penundaan implementasi transaksi short selling, penyesuaian trading halt serta asymmetric auto rejection. Kebijakan-kebijakan ini terus dievaluasi secara berkala.
“OJK juga terus memonitor kondisi pasar keuangan dan akan mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan. Harapannya, kebijakan ini dapat menjaga kepercayaan investor serta mengoptimalkan fungsi intermediasi sektor keuangan,” pungkasnya.