Membedakan Gejala Autisme dan Gangguan Perkembangan Lain pada Anak

coba di sini HTML nya

Setiap anak tumbuh dengan keunikan masing-masing. Namun, ketika orangtua merasa ada hal yang berbeda dalam perkembangan buah hati—seperti minimnya kontak mata, keterlambatan bicara, atau kebiasaan memainkan satu benda yang sama secara berulang—bisa jadi itu merupakan sinyal awal gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorder/ASD). Tapi, bagaimana membedakannya dengan gangguan perkembangan atau pertumbuhan lainnya?

Spesialis Anak Konsultan Neurologi dari RSAB Harapan Kita dr. Citra Raditha, Sp.A(K) mengatakan, salah satu kunci mengenali autisme terletak pada interaksi sosial dan komunikasi anak. 

Meski salah satu kunci untuk mencermati gejala autisme ada pada interaksi sosial dan komunikasi anak, perlu digarisbawahi bahwa tidak semua anak yang terlambat bicara otomatis mengalami autisme. Begitu pula sebaliknya, anak dengan autisme belum tentu terlambat bicara di awal, tapi memiliki masalah pada komunikasi dua arah.“Anak mungkin bisa bicara, tapi tidak memahami komunikasi timbal balik atau tidak tahu cara menggunakannya dalam konteks sosial,” ujar dr. Citra dalam Talkshow Keluarga Sehat Kemenkes, dikutip Jumat (13/6).

Itulah mengapa penting bagi orang tua untuk mengenali perbedaan antara keterlambatan atau gangguan perkembangan anak yang biasa dengan ciri khas autisme yang lebih kompleks.

Meski tidak bisa dideteksi saat bayi baru lahir, tanda-tanda autisme bisa mulai dikenali sejak usia 3–6 bulan. Orang tua perlu memperhatikan perkembangan milestone anak sesuai usia. Beberapa gejala yang patut diwaspadai antara lain:

  • Usia 3–6 bulan: Tidak menoleh saat dipanggil, tidak menatap wajah orang, tidak tersenyum balik.
  • Usia 9 bulan: Tidak merespons suara atau ajakan bermain dari orang tua.
  • Usia 1 tahun: Tidak menunjuk benda yang diinginkan, tidak memperlihatkan minat terhadap lingkungan sekitar.
  • Usia 15–24 bulan: Tidak bermain pura-pura (pretend play), lebih suka bermain sendiri, belum ada kata-kata bermakna yang keluar.
  • Usia 2 tahun ke atas: Minim interaksi timbal balik, tidak menunjukkan minat untuk berbagi sesuatu yang ia sukai.

“Sangat penting bagi orang tua untuk tahu tahapan perkembangan anak. Buku KIA itu sebenarnya sudah sangat membantu, tinggal dicek secara berkala,” tegas dr. Citra.

Salah satu ciri menonjol pada anak dengan autisme adalah perilaku yang terbatas dan berulang. Misalnya, anak sangat fokus pada benda berputar seperti roda atau kipas angin, atau suka menyusun benda secara berbaris berulang-ulang.

“Kalau main, bisa hanya satu jenis saja, misalnya dinosaurus terus. Atau punya gerakan khas seperti flapping (mengibaskan tangan), tepuk tangan berulang tanpa pemicu jelas, atau suka muter-muter badannya sendiri,” jelas dr. Citra.

Hal-hal ini sebaiknya menjadi alarm bagi orang tua untuk memeriksakan tumbuh kembang anak.

Hingga saat ini, belum ada satu pun penelitian yang secara konklusif menyatakan penyebab pasti autisme.

“Ada yang menyebut karena logam berat, ada yang bilang karena alergi makanan. Tapi hasilnya selalu berbeda-beda,” ungkap  dr. Citra.

Yang paling konsisten, lanjutnya, adalah faktor kerentanan genetik. Anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua dengan ASD berisiko lebih tinggi. Bahkan, pada anak kembar, jika salah satu didiagnosis autisme, kembarannya seringkali juga menunjukkan gejala serupa. Meski demikian, belum bisa dipastikan gen mana yang berperan secara spesifik.

Sementara gaya hidup atau kondisi ibu saat hamil belum terbukti sebagai faktor penyebab utama, menjaga kehamilan tetap sehat tetap disarankan.

“Pemeriksaan kehamilan rutin, asupan nutrisi yang baik, vitamin, dan suplemen sesuai anjuran penting untuk mendukung perkembangan otak janin,” kata dr. Citra.

Diagnosis autisme tidak bisa ditegakkan hanya dari satu-dua gejala. Namun, bila orang tua merasa ada yang berbeda dalam perkembangan anaknya, sebaiknya segera berkonsultasi ke dokter.

“Semakin dini kita tahu, semakin cepat kita bisa memberikan intervensi dan stimulasi yang sesuai,” kata dr. Citra.

Dengan pemahaman yang baik dan dukungan dari lingkungan, anak dengan spektrum autisme tetap bisa tumbuh dan berkembang secara optimal. Kuncinya ada pada deteksi dini, pemantauan perkembangan, dan tentunya cinta serta perhatian tanpa syarat dari keluarga.