Pam Swakarsa kini jadi perbincangan publik. Istilah ini muncul setelah Pusat Penerangan Mabes TNI meminta masyarakat terlibat dalam pasukan pengamanan.
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Brigjen (Mar) Freddy Ardianzah mengatakan, Pam Swakarsa bisa menciptakan sinergitas antara TNI dan masyarakat untuk menjaga situasi aman dan kondusif usai terjadinya rentetan aksi demonstrasi yang berujung tindakan anarki.
“Bukan perintah ya, sifatnya imbauan atau ajakan, karena terbukti efektif di beberapa daerah,” kata Freddy, Rabu (3/9/2025).
Walau banyak melibatkan masyarakat, Freddy memastikan keterlibatan sipil bukan serta merta mengganti peran aparat dalam menjaga keamanan wilayah. Dia memastikan masyarakat yang terlibat dalam upaya pengamanan wilayah akan tetap berada di bawah koordinasi TNI dan Polri.
Freddy menegaskan, Pam Swakarsa saat ini berbeda dengan masa lalu yang kerap dikaitkan dengan kepentingan politik.
“Dulu, Pam Swakarsa dikaitkan dengan politis. Sedangkan sekarang, istilah Pam Swakarsa yang diaktivasi organisasi masyarakat seperti GM FKPPI lebih pada semangat partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan lingkungan masing-masing,” jelas Freddy, dilansir Antara.
Pam Swakarsa adalah Pengamanan Masyarakat Swakarsa. Pasukan ini pertama kali muncul dalam sejarah Indonesia pada tahun 1998, tepatnya menjelang Sidang Istimewa MPR RI pada bulan November.
Saat itu, situasi politik dalam negeri sedang memanas. Presiden Soeharto telah lengser pada Mei 1998, dan kekuasaan beralih ke BJ Habibie. Namun, gelombang demonstrasi mahasiswa belum surut.
Para aktivis menuntut reformasi total dan menolak Sidang Istimewa MPR yang dianggap hanya upaya mempertahankan status quo.
Aparat keamanan dinilai kewalahan menghadapi gelombang aksi protes. Maka muncullah ide untuk menggerakkan kekuatan sipil tambahan, yang kemudian dikenal sebagai Pam Swakarsa.
Organisasi ini dibentuk dengan dukungan dari aparat militer dan kepolisian. Ribuan orang, sebagian besar dari organisasi massa, kelompok pemuda, dan masyarakat yang direkrut secara cepat, dikerahkan ke sekitar Gedung DPR/MPR untuk menghadang para demonstran.
Mereka dilengkapi dengan seragam, ikat kepala, pentungan, bahkan senjata tajam, dan dalam beberapa kasus diduga mendapat pelatihan singkat. Pam Swakarsa saat itu tidak memiliki dasar hukum yang jelas, namun beroperasi secara aktif bersama aparat negara.
Secara formal, Pam Swakarsa diklaim bertugas membantu aparat dalam menjaga keamanan, terutama di area vital seperti kompleks DPR/MPR. Namun dalam praktiknya, kelompok ini menjadi benteng sipil yang digunakan untuk melawan mahasiswa dan rakyat yang berdemonstrasi secara damai.
Akibat keberadaan mereka, sempat terjadi bentrokan dengan mahasiswa dan warga sipil. Kehadiran Pam Swakarsa memperkeruh situasi dan menambah ketegangan sosial-politik saat itu. Banyak pengamat menyebut Pam Swakarsa sebagai bentuk milisi sipil yang disponsori negara, digunakan sebagai tameng politik untuk mempertahankan kekuasaan.
Pada 2020-an, Pam Swakarsa kembali muncul dalam wacana pengamanan berbasis masyarakat, dengan pendekatan yang diklaim berbeda.
Dalam beberapa kesempatan, Polri dan TNI menyatakan bahwa pelibatan warga sipil dalam pengamanan lingkungan bertujuan untuk memperkuat keamanan wilayah, bukan untuk kepentingan politik atau kekuasaan.