Guru Besar Institut Teknologi Bandung sekaligus Ketua Dharma Wanita Persatuan Kementerian Komunikasi dan Digital, Ilma Nugrahani, menekankan transformasi digital menjadi langkah strategis untuk mendukung pengembangan farmasi hijau (green pharmacy) sekaligus menghadapi tantangan limbah farmasi yang mengancam kesehatan dan lingkungan.
Dalam hal mendukung pengembangan farmasi hijau, Ilma membeberkan bahwa transformasi digital dapat dilakukan melalui berbagai cara. Termasuk penggunaan Artificial Intelligence (AI).
“Dari pengembangan perpustakaan digital, digital untuk mengembangkan laboratorium, penggunaan literasi digital dan AI, pengembangan aplikasi, internet thinking, dan pada ujungnya adalah telemedicine dan telefarmasi yang juga sudah diundangkan oleh pemerintah. Dan ini, pelan tapi pasti, kita mengarah ke sana,” ujar Ilma dalam orasi ilmiahnya pada acara pengukuhan Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) di Kampus ITB, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (24/5/2025).
Menurut Ilma, transformasi digital menjadi salah satu cara untuk meminimalkan tingkat polusi yang diakibatkan oleh limbah farmasi. Ia menjelaskan bahwa sebanyak 220 miliar ton bahan kimia dilepaskan setiap tahun ke tanah, air, dan udara. Gas buangan dari industri farmasi bahkan dilaporkan lebih besar daripada limbah transportasi, dengan 9 juta kematian manusia di dunia akibat cemaran limbah farmasi.
“Oleh karena itu farmasi hijau sudah menjadi satu keharusan untuk kita kembangkan, yaitu konsep mengurangi dampak lingkungan dan pengembangan produk farmasi,” tegas Ilma.
Dalam orasi ilmiah berjudul “Pharmacia In Harmonia Progressio: Menuju Farmasi Hijau”, Ilma menjelaskan tiga poin penting transformasi digital untuk mendukung farmasi hijau.
Pertama, melalui pengembangan perpustakaan digital yang memungkinkan akses online bagi mahasiswa dan mengurangi pencemaran lingkungan dengan sistem paperless.
“Jika dulu kertas koran bekas menjadi bungkus kacang goreng, sekarang konsumen pun enggan karena takut dengan tinta yang mencemari. Tak hanya chemical-less, farmasi hijau juga harus paperless,” ungkapnya.
Kedua, teknologi digital untuk pengembangan laboratorium. Transformasi digital memungkinkan prediksi molekuler dan aktivitasnya melalui modeling kimia farmasi, digitalisasi peralatan, hingga pengolahan data analisis.
“Dengan demikian, digitalisasi mengurangi limbah kimia secara nyata serta mengurangi kontak dan bahaya paparannya bagi para tenaga farmasi,” jelas Ilma.
Selanjutnya yang ketiga, pengembangan aplikasi digital, internet thinking, dan telemedicine. Melalui aplikasi digital, masyarakat dapat memantau kondisi kesehatan mereka seperti kadar gula darah, kolesterol, dan asam urat. Ilma juga menekankan pentingnya kecakapan digital untuk memanfaatkan informasi dan fasilitas kesehatan secara daring.
“Pemanfaatan telemedicine menjadi sangat nyata saat pandemi untuk meminimalkan kontak fisik. Telemedicine dapat lebih efektif dan efisien dengan mengurangi energi, waktu, emisi kendaraan, penggunaan ruang, dan limbah kertas,” tambahnya.
Namun, Ia juga menyoroti tantangan yang dihadapi, seperti keterbatasan konektivitas internet dan perlindungan data pribadi. Ia berharap pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Digital, dapat memberikan dukungan berupa pemerataan akses internet dan perlindungan data pribadi.
“Dari Komdigi, mohon keamanan data dan privasi, konektivitas dan pemerataan internet, integrasi harmonisasi regulasi antar kelembagaan dan kementerian, serta peningkatan kapasitas digital. It is not the strongest that survive, it is the ones that are adaptable. Kita harus beradaptasi dengan digital, dengan segala cara,” tandasnya.
Hadir dalam acara tersebut, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama Kementerian Komdigi, Para Guru Besar dari Kampus Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjadjaran, Universitas Pelita Harapan dan Institut Teknologi Bandung.