Jelang berakhirnya operasional layanan haji 2025 pada hari ini, Kamis (10/7/2025), KKHI Makkah mengeluarkan hasil inspeksi kesehatan lingkungan (IKL) terhadap perusahaan katering penyedia makanan jemaah haji Indonesia. Inspeksi tersebut bertujuan untuk menjamin kualitas dan keamanan pangan yang dikonsumsi oleh para jemaah dan petugas agar tidak ada kontaminasi silang yang menyebabkan penyakit, seperti diare dan tifus.
Inspeksi katering haji itu mencakup upaya memastikan bahwa seluruh proses, mulai dari pengadaan bahan baku, penyimpanan, pengolahan, hingga penyajian makanan, memenuhi standar higienitas dan sanitasi yang ditetapkan.
“Dengan adanya inspeksi kesehatan lingkungan, kami berupaya untuk mencegah risiko penularan penyakit dan keracunan dari makanan yang terkontaminasi,” ungkap Penanggung Jawab Kesehatan Lingkungan KKHI Makkah Dedy Kurniawan, dalam rilis yang diterima
Hasil IKL Tim Sanitasi dan Pengamanan Pangan Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah yang berakhir operasionalisasinya pada 2 Juli 2025 merangkum bahwa dari 55 perusahaan katering, sebagian besar berkategori baik. Rinciannya, delapan perusahaan katering berkategori sangat baik, 40 perusahaan katering berkategori baik, dan sisanya berkategori cukup.Inspeksi dilaksanakan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Penilaian akhir hasil IKL merupakan total rata-rata nilai dari pra dan pasca Armuzna, dengan terdapat empat interval penilaian per kategori, yaitu:
* Sangat Baik (91–100)
* Baik (81–90)
* Cukup (71–80)
* Kurang (≤70)
Delapan perusahaan katering jemaah yang berkategori sangat baik adalah United Partners Catering, Al Nadel Catering Service, Raghaeb Kitchen, Company Zad Al Mashair, Qatrat Nada Catering, Hala Al Hijaz Catering, Tadco Catering, dan Al-Jaiza Kitchen.
“Delapan katering yang memiliki penilaian sangat baik ini menunjukkan komitmen dalam memenuhi standar higienitas dan sanitasi yang ditetapkan pemerintah Indonesia,” tutur Dedy.
Sementara, sebagian besar katering yang masuk ke dalam kategori baik, menurut dia, menunjukkan kepatuhan tinggi terhadap standar kesehatan lingkungan. Mereka memiliki praktik higienitas dan keamanan pangan yang solid, serta hanya memerlukan sedikit perbaikan.
Tahun ini, jemaah haji Indonesia mendapatkan total 127 kali layanan makan, terdiri dari 84 kali makan di Makkah, 27 kali di Madinah, dan 15 kali makan plus satu kali snack berat selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Total ada 2,4 juta porsi makanan yang disiapkan BPKH Limited, anak perusahaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Arab Saudi, selama musim haji 2025.
Dalam pelaksanaannya, layanan konsumsi tidak seluruhnya berjalan mulus, terutama pasca-Armuzna, pada 14 Zulhijah 1446 H atau Selasa, 10 Juni 2025, khususnya di sejumlah hotel jemaah di Kota Makkah. Direktur BPKH Limited, Sidiq Haryono mengakui adanya kendala teknis yang menyebabkan distribusi makanan untuk jemaah haji sepulang dari Armuzna, belum optimal.
“Kami memahami pentingnya layanan konsumsi sebagai bagian dari kenyamanan ibadah jemaah, terlebih setelah menjalani puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Kami memohon maaf sebesar-besarnya kepada para jemaah atas keterlambatan layanan konsumsi pada hari pertama pasca-Armuzna,” kata Sidiq seperti dikutip dari siaran pers, Kamis, 12 Juni 2025.
Dalam pelaksanaannya, BPKH Limited menggandeng 15 mitra dapur lokal untuk memenuhi kebutuhan konsumsi haji Indonesia. Namun, beberapa mitra dapur mengalami gangguan operasional yang berdampak pada ketepatan waktu distribusi.
“Kami segera mengambil langkah cepat dengan mendistribusikan makanan pengganti seperti nasi bukhari, shawarma, dan makanan siap saji (RTE), namun kami menyadari hal tersebut belum sepenuhnya memenuhi harapan,” tutur Sidiq.
BPKH Limited juga menyalurkan kompensasi langsung kepada para jemaah yang terdampak. Dia mencatat, hingga 16 Juni 2025, lebih dari 42.000 jamaah telah menerima kompensasi atas layanan konsumsi yang tidak tersalurkan sebagaimana mestinya pada hari puncak Mina tersebut.
“Total nilai kompensasi yang telah dibayarkan mencapai lebih dari 862.000 SAR atau sekitar Rp3,7 miliar,” kata Sidiq.
Sidiq menyatakan, langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab institusi serta wujud kepedulian terhadap jamaah haji Indonesia. Dia menegaskan, kompensasi bukan sekadar bentuk pemulihan, tetapi juga simbol penghormatan atas hak-hak jemaah.