Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, kembali menjalani sidang perkara dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2024).
Dalam sidang tersebut, Hasto membacakan duplik atau tanggapan atas replik jaksa penuntut umum (JPU). Ia menyebut perkara yang menjeratnya sebagai bentuk rekayasa hukum dan sarat tindakan sewenang-wenang.
“Duplik telah saya siapkan dengan sebaik-baiknya, sehingga jawaban atas replik yang disampaikan oleh JPU pada intinya gugatan terhadap keadilan ini merupakan esensi pokok atas terjadinya rekayasa hukum, dan juga berbagai tindakan sewenang-wenang,” ujar Hasto.
Saat ditanya mengenai jumlah halaman duplik, Hasto menjawab, “Banyak, 48 cukup, karena hurufnya gede-gede,” ujarnya sambil tersenyum.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa menghalangi penyidikan kasus korupsi yang menjerat Harun Masiku sebagai tersangka dalam periode 2019–2024.
Jaksa menyebut, Hasto memerintahkan Nur Hasan, penjaga Rumah Aspirasi, untuk merendam ponsel milik Harun ke dalam air usai operasi tangkap tangan KPK terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Selain itu, ia juga disebut menyuruh ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai bentuk antisipasi dari upaya paksa penyidik KPK.
Tak hanya menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersekongkol dalam pemberian suap bersama advokat Donny Tri Istiqomah, mantan narapidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Harun Masiku sendiri.
Mereka diduga memberikan 57.350 dolar Singapura atau setara sekitar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan dalam periode 2019–2020.
Uang tersebut diduga diberikan untuk memuluskan permohonan PAW caleg terpilih dari Dapil Sumatera Selatan I, Riezky Aprilia, agar digantikan oleh Harun Masiku.
Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

