Dua Mantan Stafsus Menaker Dicecar KPK Soal Aliran Uang Hasil Peras Agen TKA

coba di sini HTML nya

Komis Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami kasus korupsi pemerasan terhadap agen Tenaga Kerja Asing (TKA) pada saat mengajukan proses Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) 2019-2024.

Pemeriksaan menyasar dua orang mantan staf khusus (stafsus) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah. Dua orang itu yakni Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo.

“Selasa (10/6), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi TPK terkait pengurusan rencana penggunanan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker),” kata Plt Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (10/6/2025).Dua mantan stafsus tersebut dicecar penyidik KPK perihal terjadinya pemerasan terhadap para agen TKA. Budi menambahkan mereka juga dicecar terkait hasil dari pemerasan tersebut.

“Saksi didalami terkait tugas dan fungsinya, pengetahuan mereka terkait dengan pemerasan terhadap TKA dan pengetahuan mereka atas aliran dana dari hasil pemerasan,” terang Budi.

Dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan delapan orang tersangka korupsi pemerasan di Kemenaker 2019-2024. Total uang panas yang terkumpul sebesar Rp53,7 miliar.

Pada fakta yang baru ditemukan penyidik KPK, pegawai di Direktorat Binaperta Kemenaker juga ikut kecipratan uang haram tersebut. Di antaranya dipakai untuk makan.

“Kurang lebih 8 miliar yang dinikmati Bersama, baik untuk keperluan makan siang maupun kegiatan-kegiatan yang istilahnya di luar non-budgeter,” ujar Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo kepada wartawan, Jumat (6/6/2025).

Bukan cuma pegawai di Binaperta Kemenaker saja, uang panas itu juga pernah mengalir office boy (OB) dan beberapa staf yang sehari-hari bekerja lainnya kurang lebih Rp5 miliar.

“OB serta staf lainnya yang mengurus terkait dengan pekerjaan sehari-sehari di Binapenta juga menerima semua dan mereka telah mengembalikan kurang lebih Rp5 miliar,” bebernya.

Korupsi tersebut sudah terjadi sejak tahun 2019-2024. Para tersangka memeras agen TKA saat mengurus dokumen RPTKA. Total uang yang terkumpul dari pemerasan itu mencapai Rp53,7 miliar.

Praktik korupsi dalam pengurusan RPTKA terjadi secara terorganisir dan sistematis. RPTKA sendiri merupakan dokumen penting agar TKA bisa bekerja dan tinggal di Indonesia.

Modus pemerasannya terjadi sejak awal agen TKA mengurus RPTKA itu sendiri di Direktorat PPTKA yang berada di bawah Direktorat Jenderal Binapenta dan PKK Kemnaker.

Para tersangka hanya memprioritaskan para pemohon yang sudah menyetorkan sejumlah uang. Sementara para agen yang tidak menyetorkan uang akan diperhambat prosesnya.

Tidak jarang juga pemohon ada yang datang ke kantor Kemenaker dan diminta ‘dibantu’ agar proses RPTKA bisa segera terbit. Padahal perusahaan yang terlambat menerbitkan RPTKA juga dapat dikenakan denda Rp1 juta.

Para pejabat tinggi seperti SH, HY, WP, dan DA diduga memberikan perintah kepada verifikator seperti PCW, ALF, dan JMS untuk memungut uang dari pemohon. Para pemohon yang sudah menyetorkan uang nantinya diberikan jadwal wawancara identitas dan pekerjaan TKA yang akan dipekerjakan melalui Skype dengan jadwal yang ditentukan secara manual.

Total uang yang sudah terkumpul dalam rentang waktu 2019-2024 mencapai Rp53,7 miliar. Bukan hanya delapan tersangka saja yang mendapatkan uang hasil pemerasan itu, sekiranya ada 85 pegawai di Direktorat PPTKA juga ikut kecipratan sebesar Rp8,95 miliar.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengumumkan identitas para tersangka kasus korupsi pengurusan perencanaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) pada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) 2019-2023.

Total saat ini ada delapan orang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka. Delapan orang tersebut yakni inisial SH, HYT, WP, DA, GW, PCW, JS, dan AE.

“SH adalah Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja,” ungkap Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Lalu, tersangka HYT adalah Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang kemudian menjabat sebagai Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker. WP merupakan Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing,

Kemudian, DA merupakan Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kemenaker.

“Saudara GW selaku Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta dan PKK Kemenaker,” ucap Budi.

“Lalu tiga orang yang menjadi satu sprindik (surat perintah penyidikan) saja, yaitu saudara PCW, JS, dan AE. Semuanya adalah staf di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing,” tambah Budi.

Dari informasi yang dihimpun, SH merupakan Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker pada 2020–2023.

HYT adalah Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional. HYT sempat menjabat sebagai Direktur PPTKA Kemenaker pada 2019–2024, dan Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker pada 2024–2025.

Berikutnya, Direktur PPTKA Kemenaker pada 2017–2019 Wisnu Pramono (WP), dan Direktur PPTKA Kemenaker pada 2024–2025 Devi Anggraeni (DA).

Kemudian Koordinator Analisis dan PPTKA Kemenaker pada tahun 2021—2025 Gatot Widiartono (GW), dan Petugas Saluran Siaga RPTKA pada tahun 2019—2024 dan verifikatur pengesahan RPTKA di Direktorat PPTKA Kemenaker pada tahun 2024—2025 Putri Citra Wahyoe (PCW).

Terakhir, Analis TU Direktorat PPTKA pada tahun 2019—2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA Kemenaker pada tahun 2024—2025 Jamal Shodiqin (JS), serta Pengantar Kerja Ahli Muda Kemenaker pada tahun 2018—2025 Alfa Eshad (AE).