Disabilitas intelektual bukan hanya soal nilai IQ rendah, melainkan keterbatasan dalam berpikir, belajar, serta mengelola keterampilan hidup sehari-hari. Kondisi ini dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang, mulai dari kemampuan mandiri hingga kebutuhan pendampingan penuh.
Menurut Cleveland Clinic, dampak disabilitas intelektual bervariasi, dari ringan hingga berat. Inilah yang menentukan apakah penyandangnya bisa beraktivitas sendiri atau memerlukan dukungan intensif dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-5-TR), istilah formal kondisi ini adalah intellectual developmental disorder. Penyebabnya sering kali tidak diketahui. Namun, umumnya disebabkan oleh perbedaan perkembangan otak.
Pada beberapa kasus, disabilitas intelektual juga dapat dipicu oleh cedera otak akibat penyakit, kecelakaan, atau faktor medis yang terjadi sebelum umur 18 tahun. Secara global, kondisi ini tergolong tidak terlalu umum tetapi cukup luas penyebarannya.
Data menunjukkan sekitar 1 hingga 3 persen anak di seluruh dunia mengalami disabilitas intelektual, dengan prevalensi sedikit lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
“Keterbatasan intelektual bukan hanya soal angka IQ. Ada orang dengan IQ rata-rata tetapi kesulitan dalam keterampilan hidup sehari-hari, atau sebaliknya,” tulis Cleveland Clinic.
Hal ini menegaskan bahwa diagnosis disabilitas intelektual tidak bisa hanya mengandalkan hasil tes kecerdasan, melainkan harus melihat banyak aspek lain dalam kehidupan sehari-hari.
Gejala utamanya mencakup dua aspek utama:
- Keterbatasan intelektual
- Lambat dalam belajar (baik di sekolah maupun pengalaman sehari-hari).
- Kecepatan membaca yang rendah.
- Sulit menggunakan logika, penalaran, dan pemecahan masalah.
- Rentan terdistraksi dan kesulitan fokus.
- Perilaku adaptif (kemampuan hidup mandiri)
- Telambat menguasai keterampilan dasar seperti toilet training, mandi, atau berpakaian.
- Perkembangan sosial lambat dan kesulitan memahami Batasan sosial.
- Membutuhkan bantuan orang lain dalam aktivitas harian meski sudah melewati usia yang seharusnya mandiri.
- Sulit memahami manajemen waktu, uang, dan kesehatan.
Penyebabnya bisa muncul sejak sebelum lahir, saat lahir, maupun masa kanak-kanak, antara lain:
- Sebelum lahir: faktor genetik (seperti Down syndrome, Fragile X syndrome), infeksi pada ibu hamil, paparan zat berbahaya (alkohol, rokok, radiasi), hingga kondisi medis tertentu.
- Saat lahir: kekurangan oksigen, kelahiran premature, atau cedera otak ketika persalinan.
- Masa kanak-kanak: kecelakaan, paparan logam berat (seperti timbal), infeksi serius (meningitis, campak), atau epilepsi berat.
Diagnosis dilakukan lewat penilaian kecerdasan sekaligus kemampuan adaptif. Tingkatannya dibagi menjadi empat kategori:
- Ringan: setara anak usia 9-12 tahun, masih bisa sekolah hingga tingkat dasar dan bekerja mandiri dengan dukungan.
- Sedang: setara usia 6-9 tahun, dapat berkomunikasi sederhana dan perlu dukungan untuk sebagian aktivitas.
- Berat: setara usia 3-6 tahun, hanya menggunakan kata/gestur terbatas, membutuhkan perawatan harian.
- Sangat berat: setara di bawah usia 3 tahun, berkomunikasi nonverbal, perlu perawatan medis 24 jam.
Tidak ada obat yang bisa menyembuhkan disabilitas intelektual. Namun, kualitas hidup penyandangnya dapat meningkat dengan:
- Program Pendidikan khusus (Individualized Education Plan).
- Dukungan perilaku dan pelatihan vokasional.
- Edukasi keluarga untuk meningkatkan pemahaman dan cara mendukung.
- Obat-obatan untuk gejala penyerta (seperti ADHD atau gangguan mood).
- Akses layanan komunitas dan organisasi pendukung.

