Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup Jakarta sebagai pengelola Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu atau TPST Bantargebang memastikan telah menindaklanjuti mayoritas Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah yang dijatuhkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto merespons pemberian sanksi oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq berupa paksaan pemerintah tanpa disertai denda administratif. “Ini merupakan bentuk kepedulian dan perhatian Menteri LH dalam ikut menyelesaikan permasalahan sampah di Jakarta,” ujar Asep melalui keterangan tertulis, Selasa, 27 Mei 2025.
Asep menegaskan, dalam rilis yang diterbitkan oleh KLH, UPST Dinas Lingkungan Hidup Jakarta diancam dengan Pasal 114 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UU PPLH), yaitu tidak melaksanakan Paksaan Pemerintah. Padahal, 32 dari 37 kewajiban Paksaan Pemerintah telah selesai dilaksanakan atau mencapai 86,48 persen. Hanya tersisa lima poin kewajiban atau 13,52 persen lagi yang masih dalam proses penyelesaian.
Hal ini, lanjut Asep, menandakan UPST beritikad baik dalam melaksanakan Paksaan Pemerintah tersebut, namun membutuhkan waktu dan biaya tambahan untuk menyelesaikan lima poin tersisa sampai akhir tahun ini.
Asep mengatakan TPST Bantargebang telah beroperasi sejak tahun 1989 atau sudah berusia 36 tahun. Dia mengakui bahwa TPST Bantargebang hampir mencapai kapasitas maksimum beberapa tahun yang lalu. Oleh sebab itu, lima tahun terakhir DLH menjadikan program Optimalisasi TPST Bantargebang sebagai Kegiatan Strategis Daerah (KSD). “Sehingga umur manfaatnya menjadi bertambah,” ujar Asep.
Asep mengatakan Pemprov Jakarta berkomitmen untuk menyelesaikan masalah persampahan di Jakarta dengan sangat serius, mulai dari hulu hingga hilir dengan mengedepankan prinsip keberlanjutan.
Sementara itu, Kepala UPST Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Agung Pujo Winarko mengatakan bahwa ada lima aspek sanksi administratif yang harus dipenuhi, yang terdiri dari 37 poin kewajiban yang statusnya 32 poin kewajiban sudah diselesaikan, dan lima poin kewajiban masih dalam progres penyelesaian.
Menurut Agung, begitu Surat Penerapan Sanksi Administratif Berupa Paksaan Pemerintah Tanpa Disertai Denda Administratif Kepada Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, terbit, pihaknya langsung beritikad baik dengan menerbitkan Surat Pernyataan Komitmen Pemenuhan Sanksi Administratif dengan Nomor: 1939/LH.10.02 yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LH Kementerian Lingkungan Hidup. “Upaya perbaikan dan pelaksanaan perintah Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah langsung kami laksanakan di lapangan,” ujar Agung.
Dari seluruh sanksi, menurutnya, hampir semuanya sudah diselesaikan, dan tersisa lima poin kewajiban lagi yang masih dalam progres penyelesaian. Agung menjabarkan, lima poin kewajiban tersebut terdiri atas tiga aspek yang masih dalam proses penyelesaian, antara lain Adendum Persetujuan Lingkungan, Penyempurnaan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air, serta Penyempurnaan Dokumen Pengelolaan Limbah B3.
UPST DLH, ungkap Agung, sudah melaporkan melalui Surat Laporan Tindak Lanjut Pemenuhan Sanksi Administratif pada tanggal 11 dan 19 Februari 2025. Surat tersebut ditanggapi oleh KLH dengan Surat Tindak Lanjut Laporan Pelaksanaan Sanksi Administratif Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 24 Maret 2025 yang menyatakan sebagian besar Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah sudah dipenuhi, hanya tersisa sembilan kewajiban yang masih dalam tahap proses penyelesaian.
Kemudian KLH melakukan pengawasan ketaatan pelaksanaan sanksi administratif UPST DLH pada tanggal 9 Mei 2025 di mana hasilnya masih menyisakan lima sanksi dalam proses penyelesaian pelaksanaan. Penyelesaian kelimanya dibutuhkannya jangka waktu tambahan dan biaya yang perlu dianggarkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, lanjut Agung, Kepala Dinas Lingkungan Hidup sudah meminta perpanjangan waktu dengan bersurat kepada Deputi Bidang Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup cq. Direktur Sanksi Administrasi LH, Direktorat Pengaduan, Pengawasan LH, Deputi Penegakan Hukum LH pada tanggal 14 Mei 2025. “Perpanjangan waktu kami butuhkan untuk penyelesaian dokumen dan penyempurnaan infrastruktur terkait pengelolaan mutu air, termasuk proses pengajuan anggaran untuk menyelesaikan hal tersebut,” katanya.