Ketua Badan Riset dan Inovasi Strategis Partai Demokrat Ahmad Khoirul Umam menilai putusan Mahkamah Konstitusi ihwal pemisahan pemilu nasional dan daerah berpotensi memicu perpanjangan siklus ketegangan politik.
Dia mengatakan, penyelenggaraan pemilu yang tidak lagi serentak akan membuat suasana kompetisi berlangsung lebih panjang dan berpotensi mengganggu stabilitas sosial, politik, dan pemerintahan.
“Ketidaksinkronan pelantikan pejabat juga menimbulkan masalah koordinasi dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan lintas level,” kata Umam dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 21 Juni 2025.
Dia melanjutkan, putusan ini juga memunculkan fragmentasi siklus politik nasional dan daerah. Sebab, selama ini calon anggota legislatif di tingkat nasional dan daerah kerap bekerja sama dalam konteks menggarap basis konstituen di masing-masing daerah pemilihan.
Dengan adanya pemisahan, kata dia, maka para caleg di tingkat nasional akan bekerja lebih keras untuk menjangkau basis pemilih di daerah lantaran tidak lagi memiliki kerja sama dengan caleg di daerah yang notabene memiliki dukungan mengakar mesin partai. “Ini bisa menciptakan politik biaya tinggi,” ujar Umam.
Putusan tersebut juga berpotensi memperdalam garis pemisah koordinatif antara pusat dan daerah. Sebab, corak federalisme akan menguat di daerah karena terdorong dinamika politik lokal.
“Sehingga perlu ada kebijakan transisisonal yang menjamin kohesivitas sistem pemerintahan nasional secara keseluruhan,” ucap Umam.
Kendati begitu, Umam mengatakan, Partai Demokrat menghormati putusan Mahkamah dengan alasan mengurangi kompleksitas pemilu serentak yang dapat berimplikasi positif dalam menjadikan sistem kaderisasi partai lebih terstruktur, hingga pendekatan kepada basis pemilih berjalan lebih adaptif.
Adapun Mahkamah mengabulkan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem. Perkara ini menguji formil UU Pemilu dan UU Pilkada.
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, tahapan pemilihan yang berdekatan menyebabkan minimnya waktu bagi masyarakat untuk menilai kinerja pemerintahan, baik dari unsur eksektif maupun calon anggota legislatif.
Saldi melanjutkan, pemilu nasional yang berdekatan waktu penyelenggaraannya dengan pilkada akan menyebabkan masalah pembangunan di daerah tenggelam oleh isu nasional.
“Di tengah isu dan masalah pembangunan yang ditawarkan oleh para kandidat yang tengah bersaing untuk mendapatkan posisi politik di tingkat pusat harus tetap utama,” kata Guru besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas itu.
Syahdan, kata dia, tahapan pemilu nasional atau daerah yang berada dalam rentang waktu kurang dari 1 tahun dengan pilkada berimplikasi pada stabilitas partai politik.
Implikasi ini dikhawatirkan menyebabkan partai kehilangan kemampuan untuk mempersiapkan kader yang kompeten untuk mengikuti kontestasi.
Hakim konstitusi Arief Hidayat menambahkan, pemilu serentak juga menyebabkan partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi.
Partai, kata dia, juga dinilai tidak memiliki waktu yang cukup untuk merekrut calon anggota legislatif untuk tiga level sekaligus, apalagi bagi partai politik yang juga harus mempersiapkan kadernya untuk berkontestasi dalam pemilu.
“Itu menyebabkan perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik dalam pemilihan umum membuka lebar peluang yang didasarkan pada sifat transaksional,” kata dia.