Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan analisis rentetan gempa bumi yang terjadi akibat sesar aktif pada zona Sesar Lembang.
Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid, berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tejadi gempa bumi berkekuatan M2,3 pada kedalaman 10 km berjarak 9 km sebelah barat laut Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat pada hari Selasa, 19 Agustus 2025, pukul 11.41 WIB.
Satu hari setelahnya pada hari Rabu, 20 Agustus 2025, pukul 12.28 WIB terjadi gempa bumi dengan magnitudo M1,7 pada kedalaman 10 km di wilayah yang berdekatan berjarak 3 km sebelah barat laut Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Enam hari sebelumnya, pada hari Kamis, 14 Agustus 2025, pukul 16.13 WIB terjadi juga guncangan gempa bumi di wilayah yang sama M1,8 pada kedalaman 19 km, berjarak 3 km sebelah timur laut Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.
“Lokasi pusat gempa bumi berada di timur laut Kabupaten Bandung. Daerah ini umumnya bermorfologi dataran hingga gunung,” ujar Wafid dalam keterangan resminya ditulis, Bandung, Sabtu (23/8/2025).
Kondisi batuan (litologi) penyusun wilayah ini terdiri atas Batuan Sedimen dan Batuan Vulkanik berumur Tersier dan Batuan Sedimen dan Vulkanik berumur Kuarter. Kekerasan batuan permukaan dipengaruhi oleh umur dan jenis batuan.
Wafid menerangkan batuan yang berumur lebih muda atau yang telah mengalami pelapukan mempunyai kekerasan lebih rendah begitu juga sebaliknya.
Wilayah terdekat dengan pusat gempa bumi yang diklasifikasikan ke dalam kelas tanah C (tanah sangat padat dan batuan lunak) dan kelas tanah D (tanah sedang).
Guncangan gempa bumi tanggal 14 dan 19 Agustus 2025 dirasakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat dengan intensitas II-III MMI (Modified Mercalli Intensity). Sementara gempa bumi 20 Agustus 2025 dirasakan di beberapa wilayah di Kabupaten bandung Barat dengan intensitas II MMI.
“Tiga kejadian gempa bumi ini dalam waktu satu minggu ini meskipun tidak merusak namun menjadi sorotan dan perbincangan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar Sesar Lembang. Daerah ini terletak pada kawasan rawan bencana (KRB) gempa bumi menengah hingga tinggi,” kata Wafid.
Berdasarkan kondisi tektonik regional dan geologinya, maka wilayah Poso dan sekitarnya tergolong penelitian struktur geologi di Cekungan Bandung dan sekitarnya sudah banyak dilakukan para ahli.
Wafid menyebutkan pola kelurusan sesar umumnya berarah barat laut – tenggara, timur laut – barat daya dan sedikit yang berarah utara – selatan.
Mengutip hasil penelitian Martodjojo pada 2003, sesar-sesar berarah timur laut – barat daya mengikuti pola sesar arah Meratus, sesar berarah barat laut – tenggara mengikuti pola sesar arah Sumatera, sementara yang berarah utara – selatan dikontrol oleh sesar pada batuan dasar yang tersusun oleh pluton granit dan batuan malihan.
Selain itu terdapat juga struktur di sebelah utara Cekungan Bandung berarah relatif barat timur yang dikenal dengan Sesar Lembang.
“Sesar Lembang bersambungan dengan Sesar Cimandiri di sisi bagian barat dan Sesar Baribis di sisi timur,” ungkap Wafid.
Sesar Lembang adalah salah satu landmark geologis yang paling menarik di dataran tinggi Bandung dan ekspresi geomorfologi yang jelas dari aktivitas neotektonik di Cekungan Bandung.
Sesar Lembang secara morfologi diekspresikan berupa gawir sesar (fault scarp) dengan dinding gawir menghadap ke arah utara. Sesar Lembang ini berdasarkan kronologis waktu dibedakan yaitu Sesar Lembang Timur berumur 125.000 tahun yang lalu dan Sesar Lembang Barat berumur 50.000-35.000 tahun yang lalu (Dam dkk., 1996).
Setelah letusan besar Gunung Tangkuban Perahu menutupi sebagian Sesar Lembang Timur pada 50.000-35.000 tahun yang lalu, Sesar Lembang Barat mulai aktif bergerak pada kurun umur 35.000-20.000 tahun yang lalu (Dam dkk., 1996).
Kinematika dan tipe Sesar Lembang masih menjadi perdebatan menurut Hidayat dkk., 2008; Tjia, 1968; van Bemmelen, 1949. Sementara hasil studi Daryono tahun 2016, berdasarkan analisis Digital Elevation Model (DEM) resolusi tinggi dan didukung kajian geofisika dan paleoseismologi menyatakan bahwa Sesar Lembang mempunyai mekanisme geser mengiri (left-lateral / sinistral) dan terbagi menjadi enam seksi.
“Hasil analisis pergeseran sungai dan stratigrafinya menunjukkan bahwa sesar lembang bergerak dengan kecepatan 3-5.5 mm/tahun (panjang keseluruhan 29 km). Sesar ini mampu menghasilkan gempa bumi dengan kekuatan magnitudo M6,5 – M7. Hasil uji paritan menunjukkan bukti kejadian gempa bumi pada abad 15 (tahun 1450-1460),” terang Wafid.
Gempa bumi yang dapat mengguncang wilayah Cekungan Bandung dapat bersumber dari zona subduksi di selatan Pulau Jawa maupun dari sesar-sesar aktif di sekitar Cekungan Bandung .
Dari peta sebaran pusat gempa bumi berdasarkan katalog gempa bumi BMKG, kejadian gempa bumi dangkal yakni kedalaman kurang dari 50 km banyak terjadi di sekitar Cekungan Bandung.
Gempa bumi dangkal yang berasosiasi dengan aktifitas sesar aktif banyak ditemui di bagian utara, barat daya dan selatan Cekungan Bandung.
Di selatan Cekungan Bandung terdapat kluster gempa bumi dangkal dengan magnitudo tidak lebih dari M 6.
“Beberapa gempa bumi yang terjadi di wilayah Cekungan Bandung telah menyebabkan kerusakan. Gempa bumi yang menyebabkan kerusakan di wilayah Cekungan Bandung diantaranya yang terjadi pada tahun 2000 di sebelah timur dan dua kejadian pada tahun 2011 di sebelah barat,” tutur Wafid.
Wafid menambahkan gempa bumi yang terjadi pada 22 Juli 2011 dirasakan dengan intensitas II – III MMI di Bojongkoneng, Ujung Berung dan Pasir Impun, Kota Bandung dan menyebabkan beberapa kerusakan ringan hasil dari penelitian Sulaeman tahun 2011.
Serta gempa bumi 28 Agustus 2011 mengakibatkan beberapa bangunan rusak di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.