Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan alasan pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Maret 2025 dilakukan lebih awal pada Februari 2025.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono, mengatakan Susenas dilakukan lebih awal, yaitu pada bulan Februari. Hal ini dilakukan untuk menghindari distorsi data akibat bulan ramadhan yang jatuh pada Maret 2025.
“Khusus ya, saya tekankan di sini, khusus untuk SUSENAS Maret 2025, pendataannya dilakukan pada bulan Februari tahun 2025,” kata Ateng dalam konferensi pers Profil Kemiskinan di Indonesia Kondisi Maret 2025, Jumat (25/7/2025).
Sebagaimana diketahui, Ramadan berpengaruh besar terhadap pola konsumsi rumah tangga, terutama dalam aspek pangan dan pengeluaran harian.
“Hal ini disebabkan pada bulan Maret yang lalu bertepatan dengan bulan puasa atau bulan Ramadan, yang tentunya pada saat bulan Ramadan tersebut akan mempengaruhi pola konsumsi di rumah tangganya,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pola belanja dan konsumsi masyarakat selama ramadhan mengalami lonjakan yang tidak mencerminkan perilaku konsumsi normal.
Jika pendataan dilakukan saat Ramadhan, angka pengeluaran bisa terlihat lebih tinggi dari kenyataan, sehingga menyebabkan garis kemiskinan tampak lebih rendah secara semu.
Dengan melakukan pendataan di Februari, BPS memastikan hasil SUSENAS lebih representatif terhadap kondisi ekonomi nyata rumah tangga.
Dengan sampel sebesar 345.000 rumah tangga yang tersebar di seluruh provinsi dan kabupaten/kota, BPS menekankan bahwa kualitas data tetap terjaga meskipun dilakukan lebih awal. Proses pendataan juga mengikuti standar operasional ketat dan pelatihan enumerator yang berfokus pada objektivitas.
“Jumlah sampel SUSENAS Maret 2025 sebanyak 345.000 rumah tangga yang tersebar di 38 provinsi, 514 kabupaten kota. SUSENAS Maret ini digunakan untuk menghasilkan beberapa indikator perencanaan pembangunan,” ujarnya.
Langkah ini juga mendukung penyusunan indikator strategis nasional seperti garis kemiskinan, gini rasio, indeks keparahan kemiskinan, serta indikator pembangunan manusia. Dengan data yang bersih dari pengaruh musiman, pemerintah dapat merancang kebijakan yang lebih akurat dan responsif terhadap kondisi lapangan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang. Angka ini mengalami penurunan sebanyak 0,2 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2024.
Ateng mengungkapkan bahwa sebagian besar penduduk miskin masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Jumlahnya mencapai 12,56 juta orang atau berkontribusi sebesar 52,66 persen terhadap total penduduk miskin nasional. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kemiskinan secara umum menurun, disparitas antar wilayah masih cukup signifikan.

