Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menyampaikan kronologi kasus korupsi yang menjerat Bupati Kolaka Timur Abdul Azis. Kasus itu berawal dari pembangunan rumah sakit umum daerah (RSUD) senilai Rp126,3 miliar.
“Pada Desember 2024 diduga terjadi pertemuan antara pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan lima konsultan perencana untuk membahas basic design RSUD yang didanai oleh dana alokasi khusus (DAK). Jadi desain rumah sakit ini semuanya sama dan menjadi tanggung jawab dari pihak Kemenkes, nanti pembangunan diserahkan kepada 12 kabupaten, tapi desain-desain dari rumah sakit itu sama,” kata Asep saat menceritakan awal mula rencana proyek tersebut di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
Asep melanjutkan, Kemenkes membagi pekerjaan pembuatan basic design 12 RSUD ke para rekanan dengan cara penunjukkan langsung di masing-masing daerah. Sementara, basic design proyek pembangunan RSUD di Kabupaten Koltim dikerjakan oleh NB.
“Pada bulan Januari 2025 terjadi pertemuan antara pihak dari Pemkab Koltim dengan pihak dari Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tipe C di Kolaka Timur. Pada kesempatan itu diduga AGD selaku PPK proyek pembangunan RSUD di Koltim memberikan sejumlah uang kepada ALH selaku PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD,” jelas Asep.
Selanjutnya, kata Asep, ABZ selaku Bupati Kolaka Timur (Koltim) periode 2024-2029 bersama GPA selaku kepala bagian PBJ Pemkab Koltim, lalu DA dan NS selaku kepala Dinas Kesehatan Koltim menuju ke Jakarta.
Tujuannya diduga melakukan pengkondisian agar PT PCP memenangkan lelang pembangunan RSUD kelas C Kabupaten Koltim yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim.
“Jadi untuk pemenangnya pun sudah ditentukan, yaitu PT PCP,” tegas Asep.
Asep mengatakan, pada bulan Maret 2025, AGD selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) melakukan penandatanganan kontrak pekerjaan pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dengan PT PCP senilai Rp126,3 miliar.
“Kemudian pada akhir April 2025, AGD berkonsultasi dan memberikan uang senilai Rp30 juta kepada saudara ALH di Bogor. Lalu pada periode Mei ke Juni, PT PCP melalui DK melakukan penarikan uang sekitar Rp2,09 miliar untuk diserahkan kepada saudara AGD senilai Rp500 juta di lokasi pembangunan RSUD Kabupaten Koltim. Selain itu, DK menyampaikan permintaan dari AGD kepada rekan-rekan di PT PCP terkait dengan komitmen fee sebesar 8%,” beber Asep.
“Jadi dari anggaran Rp126,3 miliar, ABZ dan AGD mintanya 8%, kira-kira sekitar Rp9 miliar,” sambung Asep.
Pada Agustus 2025, Asep mengatakan DK melakukan penarikan cek sebesar Rp1,6 miliar yang diserahkan kepada AGD yang kemudian diserahkan kepada YS selaku staf dari ABZ.
“Jadi penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui oleh ABZ yang diantaranya untuk membeli kebutuhan atau keperluan ABZ. Jadi uangnya dikelola oleh YS tapi atas pengetahuan dan digunakan untuk keperluan ABZ,” tutur Asep.
Selain itu, DK melakukan penarikan tunai sebesar Rp200 juta yang diserahkan kepada AGD yang kemudian oleh KPK dijadikan barang bukti.
“Duit tersebut diterima AGD sebagai kompensasi atau bagian dari komitmen fee sebesar 8% tadi. Jadi dari Rp9 miliar tersebut dibagi-bagi, tidak secara langsung sejumlah Rp9 miliar ini tapi karena pembayarannya per termin kemudian juga dibayarkan secara bertahap dengan nilai proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim sebesar Rp126,3 miliar,” tandas Asep.
Sebagai informasi, total ada 5 orang dijerat KPK sebagai tersangka. Mereka ABZ selaku Bupati Kolaka Timur periode 2024-2029, ALH selaku PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD, AGD selaku PPK proyek pembangunan RSUD di Koltim, DK dan AR selaku pihak swasta yaitu dari PT PCP.
DK dan AR adalah pihak swasta selaku pihak pemberi yang diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat 1 huruf A atau huruf B atau pasal 13 undang-undang pemberantasan tindak-tindak korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan ABZ, AGD, dan ALH pihak penerima yang diduga melakukan perbuatan tindak korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf a atau huruf b, pasal 11 dan pasal 12 B undang-undang pemeratasan tindak-tindak korupsi untuk pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
KPK selanjutnya melakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 27 Agustus 2025 di rumah tahanan cabang KPK Gedung Merah Putih.