Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan lima tersangka kasus dugaan korupsi terkait pembangunan rumah sakit umum daerah di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Salah satu tersangka yaitu Bupati Kolaka Timur Abdul Azis.
“KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni ABZ, ALH, AGD, DK, dan AR,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
Identitas lima tersangka tersebut adalah ABZ selaku Bupati Kolaka Timur periode 2024-2029, ALH selaku person in charge (PIC) atau penanggung jawab Kementerian Kesehatan untuk pembangunan RSUD, dan AGD selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur. Kemudian dua lainnya adalah DK dan AR sebagai pihak swasta dari PT PCP.
“KPK selanjutnya melakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung tanggal 8-27 Agustus 2025 di Rumah Tahanan Cabang KPK Gedung Merah Putih,” kata Asep.
Peran para tersangka di antaranya ABZ, AGD, dan ALH merupakan penerima suap, dan disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kasus dugaan korupsi terkait pembangunan RSUD di Kolaka Timur merupakan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D menjadi Kelas C dengan nilai proyek sebesar Rp126,3 miliar yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK).
Dalam kasus ini, ABZ selaku Bupati Kolaka Timur (Koltim) periode 2024-2029 bersama GPA selaku kepala bagian PBJ Pemkab Koltim, lalu DA dan NS selaku kepala Dinas Kesehatan Koltim menuju ke Jakarta.
Mereka diduga melakukan pengkondisian agar PT PCP memenangkan lelang pembangunan RSUD kelas C Kabupaten Koltim yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim.
“Jadi untuk pemenangnya pun sudah ditentukan, yaitu PT PCP,” tegas Asep.
Pada bulan Maret 2025, AGD selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) melakukan penandatanganan kontrak pekerjaan pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dengan PT PCP senilai Rp 126,3 miliar.
“Kemudian pada akhir April 2025, AGD berkonsultasi dan memberikan uang senilai Rp30 juta kepada saudara ALH di Bogor. Lalu pada periode Mei ke Juni, PT PCP melalui DK melakukan penarikan uang sekitar Rp2,09 miliar untuk diserahkan kepada sodara AGD senilai Rp500 juta di lokasi pembangunan RSUD Kabupaten Koltim. Selain itu DK juga menyampaikan permintaan dari AGD kepada rekan-rekan di PT PCP terkait dengan komitmen fee sebesar 8%,” beber Asep.
“Jadi dari anggaran Rp126,3 miliar, ABZ dan AGD mintanya 8%, kira-kira sekitar Rp9 miliar,” sambung Asep.
Untuk tersangka DK dan AR, ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap, dan disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara, ABZ, AGD, dan ALH merupakan penerima suap, dan disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.