Mirip Diplomat Kemlu, Dua Kasus Bunuh Diri Kepala Dililit Lakban Pernah Hebohkan Amerika pada 2009

coba di sini HTML nya

Diplomat Kemlu, Arya Daru Pangayunan (ADP) dinyatakan tewas bunuh diri di kamar kostnya, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Kondisi ADP tak biasa. Kepalanya dibungkus plastik. Lalu dililit lakban.

Polisi butuh waktu dua pekan untuk mengungkap tabir kematian ADP. Spekulasi bermunculan. Ada yang bilang ADP dibunuh karena pekerjaannya di Kemlu.

Namun data saintific investigation crime dari polisi berkata lain. ADP dinyatakan tewas bunuh diri. Jejak digitalnya dibongkar. Hasilnya semakin menguatkan. ADP punya gangguan kesehatan mental.Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) HIMPSI, Nathanael E. J. Sumampouw mengatakan, metode bunuh diri ADP dengan membungkus kepalanya bukan hal baru.

“Berkaitan dengan katakanlah metode ini, berdasarkan hasil riset kami, bahwa metode ini bukan lah sesuatu metode yang baru,” kata Nathanael, Jakarta, Rabu (30/7).

Bahkan, dia mengatakan, metode yang mirip dilakukan ADP pernah terjadi bukan hanya di Indonesia. Metodenya sama. Melilit kepala dengan lakban sehingga pernapasan terganggu.

“Ini artinya pernah terjadi di Indonesia  pernah terjadi di luar negeri. Itu yang pertama yang disebut metode dengan lakban,” ujar Nathanael.

Pada tahun 2009 lalu. Departemen Kehakiman Amerika pernah merilis dua kasus bunuh diri dengan metode melilit kepala dengan lakban. Kasus ini bahkan dianggap tak biasa saat itu bagi Amerika.

Dikutip dari website US Departement of Justice, makalah ini melaporkan dua kasus metode asfiksia bunuh diri yang dianggap relatif jarang terjadi. Yaitu, menutup hidung dan mulut dengan lakban.

Satu kasus terjadi oleh seorang pria kulit putih berusia 47 tahun dengan diagnosis klinis skizofrenia paranoid.

Dalam pengungkapan kasusnya, korban ditemukan tewas oleh ibunya di ruang bawah tanah rumah mereka. Sebelum meminta pertolongan, ibunya melepas lakban lebih dulu dari wajah sang anak. 

Lakban tersebut telah dipotong-potong dan ditempelkan berlapis-lapis di atas hidung dan mulut seperti masker. Tangan almarhum diikat longgar di belakang punggungnya dengan tali tipis yang memiliki dua simpul hidup. 

Beberapa catatan bunuh diri ditemukan di tempat kejadian perkara. Area wajah yang memucat membentang dari hidung hingga dagu, termasuk nare dan mulut. Terdapat material abu-abu lengket yang terkait, konsisten dengan perekat lakban. 

Satu-satunya temuan patologis kasar pada proses autopsi adalah hipertrofi jantung. Evaluasi histologis tidak dilakukan. Tidak ditemukan petekie, dan darahnya mengandung konsentrasi terapeutik difenhidramin, olanzapin, dan lorazepam. 

Kematiannya disebabkan oleh asfiksia akibat sumbatan hidung dan mulutnya oleh lakban. 

Pada kasus kedua, seorang pria kulit putih berusia 52 tahun ditemukan tewas oleh seorang pelayan hotel di kamarnya. Kepala dan wajahnya terbalut rapat dengan lakban. Tidak ada ikatan lain. Setelah lakban dilepas saat autopsi, terlihat kulit memucat pada area yang dibalut. Tidak ditemukan petekie pada wajah atau mata. 

Terdapat stenosis arteri koroner dan hipertrofi jantung yang nyata. Seorang anggota keluarga melaporkan bahwa almarhum memiliki masalah judi dan mengalami depresi. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat sumbatan hidung dan mulutnya oleh lakban.

Kedua kasus bunuh diri yang terjadi di Amerika tersebut mirip dengan ADP. Motifnya pun sama. Memiliki gangguan mental sebagai pemicu bunuh diri.

Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) HIMPSI, Nathanael E. J. Sumampouw menjelaskan, seseorang yang nekat mengakhiri hidupnya itu tidak terjadi begitu saja. Melainkan ada beberapa faktor seperti kesehatan mental yang negatif dan kemudian sangat intens terus berkepanjangan.

“Ini bukan terjadi secara instan, artinya di sini kita perlu melihat bagaimana pada  individu ditemukan adanya suatu riwayat. Adanya riwayat yang kemudian berkaitan dengan situasi, berkaitan dengan faktor dalam diri dia atau kepribadian, lingkungan, masalah, situasi hidup dan sebagainya,” jelasnya.

“Jadi, ini kemudian berkontribusi. Jadi bagaimana kita melakukan identifikasi pada individu-individu dengan masalah kesehatan mental,” sambungnya.

Kemudian, pada akhirnya seseorang disebutnya memilih untuk mengakhiri hidupnya. Hal itu lah yang kemudian perlu dilakukan identifikasi.

“Kemudian, kami menemukan ada riwayat berkaitan dengan kondisi kesehatan mental yang kemudian bisa dikatakan intens dan cukup berkepanjangan seperti itu. Dan berkaitan juga dengan perilaku yang teramati di situasi terakhir dari kehidupannya,” ungkapnya.

Menurutnya, yang paling mengetahui mengenai bagaimana keadaan emosinya, suasana hatinya orang tersebut adalah dirinya sendiri.

Tartous2day.news

Tartous2Day News adalah portal berita lokal yang menyediakan informasi terkini tentang kota Tartous dan sekitarnya. Temukan berita, acara, serta ulasan tentang tempat wisata dan kuliner di daerah tersebut.

2025 Anak AS China Dedi Mulyadi Demo Depok DPR Dunia Haji Harga Harga Emas Idul Adha Indonesia Iran Israel Jakarta Jokowi Kasus Kebakaran Kejagung Kesehatan Korupsi KPK Kurban Masyarakat Militer Negara Ormas Papua PDIP Pemerintah Pendidikan Polisi Politik Prabowo Pramono Presiden Raja Ampat Sapi Siswa Tersangka Tips TNI Viral