Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menyayangkan tindakan Amerika Serikat yang menyerang tiga fasilitas nuklir milik Iran. Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi menegaskan, fasilitas nuklir sebagai objek sipil yang dilindungi hukum internasional tidak boleh menjadi target serangan militer.
“Saya telah berulang kali menyatakan bahwa fasilitas nuklir tidak boleh diserang,” kata Grossi seperti dikutip dari Antara.
Ia juga menyerukan kepada seluruh pihak untuk menahan diri dan kembali ke jalur diplomasi. IAEA berencana menggelar pertemuan darurat Dewan Gubernur IAEA untuk membahas eskalasi serius di Iran pasca-serangan militer Amerika Serikat pada 23 Juni 2025.
Amerika Serikat telah menyerangkan tiga fasilitas nuklir Iran yakni Fordow, Natanz, dan Isfahan. Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengklaim keberhasilan serangan udara terhadap lokasi nuklir Iran pada Ahad, 22 Juni 2025.
Menurut IAEA, ketiga lokasi yang diserang oleh Amerika Serikat pada Sabtu malam merupakan fasilitas penyimpanan bahan nuklir dalam bentuk uranium yang diperkaya hingga berbagai tingkat. Lembaga itu memperingatkan potensi kontaminasi radioaktif dan kimia di dalam fasilitas yang dibom. Namun, pasca-serangan, IAEA tidak menemukan adanya peningkatan radiasi di fasilitas nuklir tersebut.
Grossi memperingatkan bahwa konflik yang berkepanjangan akan menghambat kerja inspeksi dan verifikasi yang dilakukan oleh IAEA, termasuk pengawasan terhadap persediaan uranium yang diperkaya milik Teheran.
Iran Marah
Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) menyatakan kemarahan atas serangan tersebut. AEOI menilai serangan itu pelanggaran nyata terhadap hukum internasional, termasuk Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) yang juga diratifikasi Iran.
Dalam pernyataannya, AEOI menuduh IAEA bertindak tidak tegas atas serangkaian serangan Israel terhadap situs nuklir Iran dalam sepekan terakhir, dan menyebut lembaga itu “terlibat secara langsung maupun tidak langsung” dalam serangan terhadap kedaulatan Iran.
Pengamat memperingatkan bahwa serangan terhadap fasilitas nuklir, yang berpotensi mencemari wilayah sipil dan memicu krisis lingkungan, dapat memicu reaksi keras dari Teheran, termasuk serangan terhadap aset militer Amerika Serikat di kawasan atau bahkan pemblokiran Selat Hormuz, jalur vital perdagangan energi dunia.