Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI kembali mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai dua produk obat yang disebut menggunakan bahan alam namun mengandung bahan kimia obat (BKO). Melalui laman Instagram resmi, BPOM mengimbau masyarakat untuk menghindari produk berbahaya.
“Sahabat BPOM, BPOM menerima laporan dari otoritas pengawas obat dan makanan dari Singapura dan Thailand mengenai 2 obat bahan alam yang berbahaya dan mengandung bahan Kimia obat,”demikian keterangan alam unggahan terkini feed Instagram @bpom_ri.
Diketahui, BPOM RI menerima laporan dari dari otoritas pengawas obat dan makanan Singapura dan Thailand terkait temuan dua produk berbahan alam yang terbukti mengandung bahan kimia obat (BKO).
Adapun kedua produk yang dimaksud yakni Setia Herba yang terbukti mengandung deksametason, diklofenak, dan prednisolon. Sementara produk lainnya menggunakan nama Poke mengandung bahan kimia obat Sildenafil.
Kedua produk tersebut kini telah dilarang beredar di negara asalnya dan dipastikan tidak memiliki nomor izin edar di Indonesia.
Langkah ini menjadi bagian penting dari upaya kolaboratif antarnegara dalam pengawasan produk obat bahan alam (OBA) yang beredar secara global. Informasi terkait dua produk yang dilaporkan tersebut menjadi sinyal penting bagi Indonesia untuk memperketat pengawasan terhadap peredaran produk sejenis di pasar domestik, termasuk di platform digital.
Selain laporan dari luar negeri, BPOM juga melakukan pengawasan intensif di dalam negeri. Hasilnya, selama April 2025, ditemukan 15 produk obat bahan alam yang positif mengandung BKO. Temuan ini berasal dari pengujian 226 produk yang beredar di pasaran, termasuk obat bahan alam, obat kuasi, dan suplemen kesehatan.
“Jenis BKO yang teridentifikasi antara lain sildenafil sitrat dan tadalafil pada produk dengan klaim peningkat stamina pria, serta parasetamol, deksametason, fenilbutazon, dan natrium diklofenak pada produk pereda pegal linu,” jelas Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengutip keterangan resmi BPOM yang dirilis pada 28 Mei 2025.
Ia menambahkan, 12 dari 15 produk tersebut bahkan tidak memiliki izin edar atau menggunakan nomor fiktif, sedangkan 3 lainnya telah dicabut izin edarnya oleh BPOM.
Zat kimia ini lazim digunakan dalam obat keras dan seharusnya hanya bisa dikonsumsi dengan pengawasan tenaga medis. Jika disalahgunakan, efek sampingnya bisa sangat serius, mulai dari gangguan hati, ginjal, hingga risiko serangan jantung dan kematian.
BPOM menindaklanjuti temuan ini dengan langkah tegas. Melalui jaringan unit pelaksana teknis di seluruh Indonesia, BPOM melakukan penertiban fasilitas produksi dan distribusi, menyita produk bermasalah, serta memerintahkan penarikan dan pemusnahan produk dari peredaran.
“Sanksi administratif sudah dijatuhkan kepada pelaku usaha, mulai dari peringatan keras hingga pencabutan izin edar produk,” tegas Taruna.
Lebih jauh, BPOM juga membuka opsi sanksi pidana sesuai Pasal 435 Jo. Pasal 138 ayat (2) dan (3) Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda hingga Rp5 miliar.
Tak hanya memantau pasar konvensional, BPOM kini memperluas pengawasan ke platform digital—mulai dari e-commerce, media sosial, hingga situs jual beli daring. Tujuannya adalah mengantisipasi peredaran produk OBA dan suplemen kesehatan ilegal yang seringkali dipasarkan secara agresif melalui jalur online.
“Langkah ini bertujuan untuk menelusuri dan mencegah peredaran produk yang tidak terdaftar atau mengandung BKO yang dipasarkan secara daring,” ujar Taruna Ikrar.
Masyarakat juga diajak untuk lebih kritis terhadap produk dengan klaim berlebihan seperti “peningkatan stamina instan” atau “pegal langsung hilang”. Produk dengan efek instan justru cenderung disusupi BKO tanpa disertai keterangan pada label kemasan.
BPOM mengimbau masyarakat untuk melakukan langkah sederhana namun efektif sebelum membeli atau mengonsumsi produk: Cek KLIK. Cek Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa.
“Salah satu modus yang sering ditemukan adalah pencantuman nomor izin edar palsu. Masyarakat wajib memverifikasi nomor izin edar melalui situs resmi cekbpom.pom.go.id,” tambahnya.
Aplikasi BPOM Mobile juga tersedia bagi masyarakat untuk melakukan pengecekan secara langsung dari ponsel.
Taruna menegaskan bahwa penggunaan produk yang mengandung BKO tanpa pengawasan medis dapat menyebabkan efek samping serius, termasuk kehilangan penglihatan dan pendengaran, gangguan hormon, osteoporosis, hepatitis, gagal ginjal, hingga kematian. Produk semacam ini sangat berisiko bila digunakan terus-menerus atau dalam dosis tinggi.
BPOM mengajak masyarakat untuk lebih bijak, membeli produk dari sumber tepercaya, dan melaporkan jika menemukan produk mencurigakan melalui HALOBPOM 1500533, media sosial resmi BPOM, atau kantor BPOM terdekat.